Setelah kematian sang ayah hal-hal janggal dan hal-hal yang ayahnya sembunyikan muncul berturut-turut ke permukaan. Dari Kakak sepupu Nana yang tiba-tiba ingin berhenti kuliah saat ayahnya tiada dan juga sahabat curhat ayahnya yang membeberkan apa saja yang dipendam sang ayah karena anak, istri dan keluarga besarnya.
Saat mengetahui kakak sepupunya ingin berhenti kuliah tepat saat kematian ayahnya membuat Nana dan ibunya sadar dan berpikir sesuatu. Ia ingat jika ayah dari kakak sepupunya itu hanya sebatas supir truk yang penghasilannya pas-pasan namun bisa menguliahkan anak pertamanya itu di salah satu perguruan tinggi swasta yang elit di daerah Bandung.
Dimana biaya persemesternya saja membutuhkan biaya sangat besar, belum lagi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan tugas yang memerlukan biaya yang tidak sedikit ditambah pula kakak sepepunya itu memiliki adik yang seumur dan sengkatan sekolahnya dengan Nana.
Membuat Nana dan ibunya tersadar jika mustahil untuknya kuliah jika tak dibantu Sang ayah. Terlebih ayahnya itu memang sering memberi uang jajan pada kakak sepupunya yang nominalnya lebih besar dari uang jajan dirinya yang bestatus sebagai anak kandung ayahnya.
Dan keinginan kakak sepupunya itu berhenti kuliah tepat saat ayahnya tiada. Membuat semua ini menjadi jelas dan ayahnya terciduk membiayai keponakannya itu setelah ia terkubur.
"Bajingan ayah memang bajinggggaannn" rutuknya pada ayahnya yang terlah tiada.
"Anaknya di irit tapi keponakan dimanjain lebih dari anak, Ayah sialan itu memang tidak tahu diri. Sudah mati masih saja memberi luka. Gimana bisa lebih gede ngeluarin uang buat keponakan dengan senang hati tapi dipintain sama aku anaknya marah-marah. Ayah memang bajingan sejati. Arghhhhhh ayah ituuuuuuu" Ucapnya kesal mengutuk ayahnya itu
Hingga saat itu tersadar, 'ahh dia benar benar membiayai, bukan hanya uang jajan doang berarti' pikir Nana saat itu. Rasanya lagi-lagi ia terkhianati ayahnya, untuk kesekian kali ayahnya menyakitinya.
"Padahal udah mati ya tuhannn, ayah masih aja bikin sakit" kesalnya sembari menangis dipojokan kamar setelah selesai berbicara hal itu dengan sang ibu.
Keesokan harinya sahabat curhat ayahnya datang ke rumah. Namanya adalah Om dani. Ia telah menjadi sahabat karib dan juga kepercayaan ayahnya. Hingga Om Dani adalah teman curhat ayahnya satu-satunya.
Ia dan ibunya pun tahu jika kepala keluarga mereka sangat dekat dengan lelaki bernama Dani itu. Seorang lelaki yang sangat dekat dengan ayahnya itu memliki umur lebih tua dari sang ayah sehingga pemikirannya lebih dewasa dan mengerti keadaan ayahnya, hingga membuat ayahnya itu sangat percaya padanya.
Sahabat ayahnya itu mengatakan jika ayahnya membayari hutang-hutang saudaranya. Dan paling banyak adalah hutang Mana. Ayahnya membayar hutang kakaknya itu kebanyak lubang dan bukan satu.
Dari dari satu orang itu ayah mebayar hutang pada satu bank tiap bulannya sebesar 5 juta Rupiah. Belum lagi hutang ke perorangan yang jumlahnya tak kalah besar dari hutang ke Bank. Belum lagi Om Mana dan saudara ayahnya yang lain sering meminta uang dengan alibi pinjam.
Ditambah lagi kakak-kakak dan adik-adiknya pun sama. Sang ayahlah yang bertanggung jawab atas itu semua. Dari delapan saudaranya semua ayah Nana tanggung. Membuat Nana dan Ibunya geram.
"Gila nyuruh anak hidup sederhana, tapi keluarga yang ayah bantu bayarin utang dan ini itunya hidup lebih mewah dari aku" Nana menghembuskan nafas kasar.
"YA TUHANNNNN GUE DISURUH LIAT ORANG YANG LEBIH SUSAH TAPI YANG LEBIH SUSAH MALAH LEBIH HEDON DARI AKU YANG KAYA INI " kesal Nana.
"dimintain anak rugiii, bayarin hutang sodara mah tidakkk bajingannn, astaga" ia tak berhenti mencurahkan kekesalan terhdapa ayahnya yang sudah tiada itu.
Ibunya juga menambahkan jika keluarga Nana beberapa kali bertengkar karena sang ayah terlalu membantu keluarganya itu. Dari biaya sekolah keponakan hingga lain-lainnya yang seharusnya bukan tanggungan ayahnya.
Om Dani juga mengatakan jika ayahnya pernah curhat sampai menangis karena keluarga besarnya terlebih om Mana. Manusia mana yang tak sakit hati ketika ia telah berusaha keras dan memlih menjadi musuh untuk anak istrinya hanya demi membela saudara saudaranya namun tak dihargai sama sekali. Jauh dari terima kasih mereka seperti tak punya ingatan akan kebaikan ayahnya yang begitu banyak dan sering menyakiti anak istrinya.