Ayah, Benarkah Aku Anakmu?

Trinaya
Chapter #1

Bab 1 Tersungkur

Farhana tersungkur di sudut kamar. Kedua kaki ia tekuk dan tangan memeluknya. Gadis berusia enam belas tahun itu menangis sesegukan. Menahan isak karena sakit hati dengan perlakuan Fakhri, Sang Ayah.

Fiona, Sang Ibu membuka pintu kamar Hana, biasa gadis itu di panggil. Kemudian, melangkah perlahan menuju putrinya yang tengah tersungkur di sudut kamar.

Wanita yang masih terlihat cantik meski usianya tidak lagi muda itu duduk di samping Hana. Mengusap rambut hitam sepundaknya. Hana mendongak dan menatap ke arah Sang Ibu yang berada di sampingnya.

"I--Ibu," ucap Hana dengan suara parau.

Fiona mengulas senyum sembari tangannya mengusap rambut panjang sebahu Farhana yang terurai. Menghela napas sedikit kasar, mengurangi sesak di dada.

"Maafkan Ayah, ya, Sayang. Anak Ibu kuat, hebat. Ibu di sini akan selalu menjaga dan melindungimu."

Fiona berkata lembut sembari terus mengusap rambut Hana. Rasanya tidak tega melihat gadis belia di hadapannya tersebut seperti itu.

"Bu, kenapa ayah selalu menyiksaku? Apa aku nakal? Tidak baik?"

Gadis itu berkata sedih. Pasalnya, Hana memang kerap kali mendapat siksaan dari Sang Ayah.

Fiona menangkupkan wajah Hana. Menatap dalam wajah putri belianya. Hati wanita tua itu begitu sakit tiap kali mendengar cerita Hana.

"Hana anak baik. Hana tidak nakal. Maafkan ayah, ya, Sayang atas sikapnya kepadamu. Ibu yakin, sebenarnya ayah tuh sayang sekali sama kamu."

Fiona berusaha menghibur Hana agar tidak terlalu sedih. Sebenarnya, ia juga terenyuh dengan sikap sang suami terhadap putri tengahnya tersebut. 

Wanita itu tidak habis pikir, mengapa suaminya begitu berbeda memperlakukan Hana. Padahal, ia juga putri kandungnya sendiri.

~~~

Beberapa waktu yang lalu, Farhana baru saja pulang sekolah. Namun, tidak sengaja membuat kesalahan kecil. Gadis belia itu terlambat pulang karena macet. Lalu-lalang di jalan ramai dan padat sehingga, Hana terpaksa pulang tidak seperti biasanya.

Sang Ayah sudah berdiri di depan pintu ruang tamu, ketika gadis itu pulang. Wajahnya begitu garang, menatap tajam ke arah Farhana sambil bertolak pinggang. Belum sempat ia bersalaman, ayahnya sudah berkata keras.

"Dari mana saja kamu? Sekolah atau main? Kamu tahu, sudah jam berapa ini, ha?"

Pria tua itu berkata dengan nada cukup keras, membuat Hana terkejut dan takut. Tidak berani menatap wajah garang ayahnya.

Farhana meremas ujung pakaiannya. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari normal. Gadis belia itu tampak ketakutan dengan pria di hadapannya yang tengah menahan amarah tersebut.

Lihat selengkapnya