"Astagfirullah, jangan bilang begitu, Dek. Kasihan Ibu. Kamu tidak sendiri. Ada Mas Farraz dan Ibu yang sayang sama kamu." Farraz mencoba meyakinkan Hana. Sejujurnya, ia syok dengan perkataan Hana baru saja.
"Apa aku salah bicara seperti itu? Bu, aku anak siapa? Benarkah aku anak ayah? Kalau benar, kenapa ayah membenciku?"
Hana menatap nanar ke arah Farraz dan Fiona. Gadis kecil itu meluapkan perasaan yang terpendam hingga membuat Hana sedikit stres memikirkannya. Air mata Hana kembali tumpah membasahi kedua pipinya.
"Hana, maafkan ayah. Jangan bicara seperti itu, Nak. Kamu anak ayah dan Ibu, sama seperti Mas Farraz, Mba Fadilah, Frida, dan Felicia. Kalian semua anak-anak Ibu. Ibu yang melahirkan kalian ke dunia ini, Nak."
Fiona meraih kedua tangan Hana. Menatap dalam kedua bola mata Hana yang memerah dan basah karena air mata. Meyakinkan buah hati terkasihnya dengan penuh kelembutan.
"Ibu benar, Dek. Kamu jangan berpikir yang tidak-tidak. Mas mohon, berhenti berkata dan berpikiran seperti itu."
Farraz pun ikut berdiri di samping Sang Ibu. Merangkul Hana penuh kelembutan dan kasih sayang. Gadis kecil itu memang selalu luluh bila bersama Farraz dan Fiona, hanya mereka berdua yang peduli pada Hana.
Hana terdiam, mencoba untuk mencerna kalimat yang diucapkan Kakak dan ibunya. Sebenarnya, Farhana tidak ingin mengatakan itu karena akan membuat Sang Ibu sedih. Namun, emosi mengalahkan perasaanya.
~~~
Hana memeluk erat figura kecil di tangannya. Kenangan akan masa lalunya bersama Farraz membuat gadis belia itu semakin bersedih, rasa rindu terhadap pemuda tersebut semakin menggebu. Ada segelumit penyesalan dalam diri Hana kepada Farraz.
"Maafkan Hana, Mas Farraz. Ternyata, Hana tidak sekuat yang Mas inginkan. Semoga suatu saat nanti kita bisa bertemu kembali dan Hana bisa mewujudkan keinginan Mas Farraz," monolog Hana sambil memejamkan kedua matanya. Air mata Hana kembali menetes, membasahi pipi pipi lembut Hana.
***
Hana tampak melamun di taman belakang sekolah. Tempat yang disukai Hana karena selain tempatnya yang cukup teduh, sepi, jauh dari keramaian. Sebab, jarang ada anak-anak yang suka datang, kecuali untuk bicara berdua saja dengan pasangan, jika sudah memilikinya. Juga sangat nyaman untuk Hana menghilangkan penat di dalam dirinya.
Gadis itu tengah asik melamun. Sesekali, ia menghela napas kasar untuk mengurangi sesak yang menghimpit dada. Seseorang datang menghampirinya dan berdiri tepat di samping Hana.
"Ternyata kamu di sini?" tanyanya yang membuat Hana terkejut.
Gadis berparas cantik itu mendongak, kedua matanya membulat sempurna saat mengetahui siapa yang tiba-tiba datang mengusik lamunannya.
"Ka--Kak Faz. Ka--kamu ...."
"Asik sekali melamunnya, sampai tidak mengetahui ada orang yang datang," sela Fazwan yang masih berdiri di samping Hana.
"Maaf, Kak. Aku tidak tahu Kakak datang," ucap gadis itu sambil menunduk. Seperti kebiasaannya jika bicara dengan Faz.