Hana bergidik ngeri dengan ucapan Fazwan. Perdebatan mereka pun terhenti. Hana tidak habis pikir jika Fazwan begitu lugasnya berbicara seperti itu tanpa rasa malu. Padahal, ia tahu jika Hana berbeda dan sangat hati-hati sekali jika sudah menyangkut laki-laki.
"Aku tidak mau tidur satu kamar dengan Kakak. Kita bukan mahram dan tidak ada ikatan apa pun. Lebih baik aku tidur di lobi saja," tolak Hana.
Gadis itu berbalik badan dan hendak membuka pintu. Berusaha keluar dan menghindari Fazwan. Namun, dengan cepat pria itu mencekal sebelah tangannya dan membalikkan tubuh Hana menghadap dirinya.
Fazwan menyentil kening Hana pelan agar gadis itu tidak berpikir aneh dan macam-macam tentang dirinya.
"Aww! Sakit, Kak," pekik Hana sambil menepis tangan Fazwan dan memegang keningnya. Lalu, mengusapnya pelan.
"Aish. Kamu ini mikir apa, Hana? Ruangan ini ada dua kamar tidur. Kita tidak akan tidur satu kamar."
Wajah Hana memerah menahan malu. Pikirannya terlalu jauh tentang Fazwan. Gadis itu tertunduk, tidak berani menatap pria di hadapannya.
"Sudahlah, lebih baik kamu bersihkan diri dan pergi tidur. Aku juga mau mandi dan bersiap tidur. Lelah sekali," ucap Fazwan santai.
Pemuda itu melangkah menuju ke arah kamar. Namun, ia menghentikan langkahnya, sebab ia melihat Hana masih saja terdiam di dekat pintu.
"Hana! Apa kamu mau tidur di dekat pintu? Cepatlah ke sini. Kamarmu di sampingku itu."
Fazwan berucap sedikit keras agar Hana mendekat. Sebab, ia sudah gemas dengan sikap Hana yang begitu terlihat ketakutan. Ingin rasanya ia menggendong Farhana. Namun, ia paham akan batasan, tidak memungkinkan dirinya melakukan itu.
Hana bergeming. Hanya bola matanya saja yang tampak bergerak ke kiri dan kanan. Membuat Fazwan semakin gemas dan melangkah mendekati Hana.
"Mau aku gendong?" goda Fazwan yang dihadiahi tatapan tajam dari Hana.
Fazwan meraih sebelah tangan Hana dan memapahnya. Meski Hana berusaha untuk menolak. Namun, lagi-lagi nyeri di tangan kiri dan kakinya mulai terasa. Membuat Hana sedikit meringis. Fazwan melepaskan tangan Hana dari pundaknya dan berdiri di hadapan Hana.
"Ada apa? Apa nyeri lagi?" tanya Fazwan dengan khawatir.
"I--iya, Kak. Tangan sama kaki kiri aku nyeri sekali," ucap Hana sambil memegang lengan kirinya dan mengusap perlahan untuk mengurangi rasa nyerinya.
"Kamu duduk dulu di sini," ucap Fazwan yang kembali memapah Hana dan mendudukkan Hana di sofa ruang tamu. Kemudian, melangkah ke arah tas Hana dan mengambil kantong plastik putih berisi obat.
Lalu, Fazwan mengambil gelas di meja dapur dan mengisi air mineral. Kemudian, membawanya ke arah sofa.
"Minum obat dulu supaya rasa nyerinya berkurang," ucap Fazwan sembari membuka bungkus obat dan menyerahkan ke Hana.
Hana menerimanya dan segera meminum obat untuk menghilangkan rasa nyeri yang semakin menjadi. Sementara Fazwan, mengusap-usap lengan dan kaki Hana bergantian secara perlahan untuk membantu meredakan rasa nyeri yang Hana alami.
"Bagaimana? Apa sudah baikan?" tanya Fazwan di tengah aktifitasnya.