Ayah, Benarkah Aku Anakmu?

Trinaya
Chapter #17

Bab 17 Ibu Hana Meninggal

Dokter masih mengamati struktur tulang bahu Hana di layar monitor. Fazwan semakin curiga dan tidak sabar mendengar penjelasan dari dokter ortopedi itu.

"Dokter," panggil Fazwan dengan wajah serius.

Dokter Randi yang menangani Hana menghela napas. Menelan ludah, kemudian menatap ke arah Fazwan dan Hana.

"Pembengkakan dan peradangan pada bekas operasinya. Sepertinya, Nona Hana melakukan aktifitas berlebih, seperti mengangkat beban berat yang seharusnya belum boleh dilakukan," ucap Dokter Randi dengan curiga.

Hana tertunduk, tidak berani menatap ke arah dokter setengah baya itu dan Fazwan. Sebelah tangannya meremas kuat baju. Ada sedikit ketakutan di sana.

"Hana, jawab pertanyaan dokter," panggil Fazwan mengejutkan Hana.

"Sa--saya ... maaf, Dok. Saya bekerja sedikit keras untuk mengurus rumah. Sebab, ibu saya sakit keras dan saudara-saudara saya sibuk. Sebab, hanya saya dan si bungsu yang di rumah. Jadi, saya kadang di bantu adik melakukannya," jelas Hana.

"Semua? Mencuci, memasak, menyapu, pel lantai, membereskan rumah, kamu semua yang kerjakan, Hana?" cecar Fazwan sedikit kesal. Hana mengangguk.

"Ada kakakmu, adikmu, ayahmu, apa mereka tidak membantu? Mereka tahu kamu sedang sakit, bukan?" lanjut Fazwan semakin kesal.

"Me--mereka membantu, tapi kan tidak bisa banyak. Mereka juga punya kesibukan sendiri dan ...."

"Ya, tapi, Hana ...."

"Sudahlah, jangan bertengkar. Lain kali jangan bekerja keras dulu. Luka Anda harus pulih dulu, Nona. Kondisi fisik Anda juga belum stabil. Saya harus mengambil tindakan operasi kedua untuk memperbaiki bahu Anda yang cedera," jelas Randi mencoba melerai Fazwan dna Hana.

"Lakukan apa pun yang terbaik untuk Hana, Dok," ucap Fazwan penuh harap.

"Tidak perlu, Dok. Saya tidak punya uang untuk melakukan operasi yang pasti mahal biayanya. Ayah saya pun tidak akan sanggup membayarnya," tolak Hana dengan tegas.

"Tidak Hana, kamu harus mau melakukan itu. Kalau tidak, akan membahayakan dirimu, bahkan kamu bisa kehilangan nyawamu kalau terus keras kepala," protes Fazwan yang tidak suka dengan sikap Hana.

"Kak, aku ...."

"Tolong menurut lah. Demi kebaikan kamu, Hana," pinta Fazwan penuh harap sembari menatap dalam ke arah Hana.

"Aku permisi, Dok."

Hana berdiri dan melangkah cepat meninggalkan ruangan Dokter Randi. Fazwan ikut bangkit dan mengejar Hana. Meninggalkan dokter setengah baya itu sendiri.

"Hana, tunggu!" 

Fazwan mengejar Hana sambil memanggil gadis itu dengan sedikit kuat. Namun, Hana tidak menghiraukan dan terus mempercepat langkahnya. Meski harus menahan sakit yang kembali menyerang.

"Hana, berhenti! Hana!"

Lihat selengkapnya