Hana dan Fazwan melangkah ke depan gerbang Tempat Pemakaman Umum yang terletak tidak jauh dari rumah sakit tempat Hana dirawat. Farhana berhenti sejenak, menatap tempat itu sambil membaca tulisan yang terpampang pada papan.
Fazwan merangkul Hana, mengusap lembut lengan gadis belia itu, mencoba untuk menenangkannya. Hati Hana mulai bergetar dan jantungnya berdetak tak seirama. Fazwan memberi kode agar Hana melanjutkan jalan ke dalam.
Sampai di dalam, Hana melangkah gamang menuju gundukan tanah bertaburkan bunga di atasnya tertancap papan nisan bertuliskan nama 'Fiona Aisha Kusuma' Hati Hana semakin terenyuh.
Gadis itu bersimpuh di samping gundukan tanah yang masih basah. Aroma khas bunga tujuh rupa masih segar terhidu oleh kedua lubang hidung Hana. Farhana memeluknya, tangisan pilu tampak miris terdengar. Fazwan duduk di samping Hana. Mengusap pelan punggung Hana agar tetap tenang.
"Ibu, maafkan Hana. Hana tidak bisa menemani disaat terakhir ibu. Maafkan Hana yang belum bisa membahagiakan ibu. Maafkan Hana yang selalu menyusahkan dan membuat ibu cemas," ucap Hana lirih tanpa melepaskan pelukannya pada papan nisan di hadapannya.
"Ibu, kenapa begitu cepat meninggalkan Hana? Sekarang, Hana sendiri, tidak punya siapa-siapa lagi. Kenapa ibu tidak mengajak Hana bersama? Hana kesepian, Bu," lanjut Hana yang meski terdengar lirih. Namun, cukup terdengar jelas di telinga Fazwan yang berada di sampingnya.
Hati Fazwan sakit, ikut merasakan kesedihan yang Farhana rasakan, ia sungguh tidak tega melihat Hana kini. Tega sekali ayahnya menelantarkan Hana, mengusirnya dari rumah. Padahal, Hana adalah anak yang baik dan selalu berbakti kepada kedua orang tuanya.
Gadis malang, begitu banyak ujian yang harus ia lalui, semenjak dalam kandungan Sang Ibu hingga kini. Beruntung, Hana mengenal Fazwan yang selalu ada untuknya. Jika tidak, entah bagaimana nasibnya sekarang.
"Hana, jangan berkata seperti itu. Ini semua bukan salahmu. Kamu harus tetap semangat untuk hidup. Masih banyak yang harus kamu lakukan, agar kamu bisa mewujudkan impian ibumu yang belum terwujud," ucap Fazwan, berusaha untuk menyemangati Hana.
Hana terbangun, menatap Fazwan nanar. Pikirannya kosong, raga Hana seperti terlepas dari ruhnya. Semangat hidup Hana pun seperti entah ke mana.
Fazwan menangkupkan wajah Hana, menghapus jejak air mata di sana. Menatap intens gadis yang tengah dirundung dilema itu dengan penuh kelembutan.
"Hana, jangan buat ibumu sedih. Kamu masih bisa mewujudkan impiannya. Apa kamu mau?" bujuk Fazwan tanpa melepaskan tatapannya.
"Apa masih bisa, Kak?" tanya Hana lirih.
"Bisa. Aku punya cara untuk merubah hidupmu dan membahagiakan ibumu," ucap Fazwan dengan wajah serius.
"Bagaimana?"
"Ini. Kamu bisa dapat beasiswa untuk bisa kuliah dan bekerja di Jepang. Setelah lulus, kamu bisa terus bekerja di sana atau kembali ke Indonesia dan bekerja di sini," jelas Fazwan sembari menyerahkan brosur beasiswa bersekolah ke Jepang.