Ayah, Benarkah Aku Anakmu?

Trinaya
Chapter #33

Bab 33 Susana Sore

Fazwan mengajak Hana jalan-jalan menikmati hari libur, setelah penat dengan aktifitas bekerja dan mereka jarang bertemu. Jadi, memanfaatkan waktu liburan untuk berdua.

Mereka pergi ke bukit berbunga, tempat penuh kenangan saat Hana masih sekolah serta baru sembuh dari sakitnya kala itu. Keduanya tampak bahagia menikmati suasana bukit yang sejuk nan indah. Terletak di dekat pegunungan, membuat tempat itu segar dan teduh meski panas.

Banyaknya pepohonan membuat sinar matahari tidak bersinar dengan sempurna. Apalagi, dengan terpaan angin sepoy-sepoy yang terkadang berhembus menyentuh dedaunan, serta kicauan burung yang bertengger pada batang pohon, menambah kenyamanan saat berada di tempat itu.

"Kamu masih ingat tempat ini, Sayang?" tanya Fazwan sambil merangkul Hana.

"Emm, aku ingat, Kak," ucap Hana sembari bersandar manja di bahu Fazwan.

"Banyak kenangan di tempat ini. Kita juga duduk di kedai itu sambil bersuafoto," cerita Fazwan sambil menunjuk ke arah kedai di sudut bukit itu.

"Iya, Kak. Kakak paling narsis," ucap Hana sambil menahan tawa.

"Enak saja. Kamu tuh yang paling narsis. Suafoto sendiri, ya sudah aku ikutan," protes Fazwan. Hana tersenyum.

"Indah sekali. Sudah lama aku tidak melihatmu tersenyum seperti ini, Hana," lanjut Fazwan memperdalam tatapannya kepada Hana.

Hana terdiam dan tertunduk. Susana hatinya berubah seketika. Pikirannya kembali di masa-masa ketika ia benar-benar sendiri, tanpa keluarga dan kekasih tersayang di sisinya.

"Ada apa, Hana? Apa aku salah bicara?" tanya Fazwan yang cemas dengan perubahan raut wajah Hana.

"Ahh, tidak apa, Kak. Aku hanya sedikit teringat saat dulu," ucap Hana pelan.

"Maaf, ya, Hana. Kamu jadi teringat lagi," ucap Fazwan dengan sedikit menyesal.

"Iya, Kak. Aku yang seharusnya minta maaf. Harusnya kita senang-senang di sini, jadi sedih gara-gara aku," sesal Hana dengan wajah memelas.

Fazwan menangkupkan kedua pipi Hana. Mengamatinya dengan seksama wajah cantik kekasihnya dan tersenyum penuh makna.

"Tidak perlu meminta maaf, Sayang. Wajar, jika kamu masih teringat akan masa lalu. Aku pun sama. Sudah, ya jangan bahas ini lagi. Kita lanjutkan jalan-jalan kita, ya. Bagaimana kalau kita ke sana dan berfoto?"

"Iya, Kak. Sepertinya bagus. Kita juga bisa bersantai di sana."

Fazwan dan Hana berjalan menuju ke tengah bukit dan duduk sambil menikmati keindahan alam di depannya. Tampak pegunungan yang tertutup kabut, juga deretan rumah penduduk. Terlihat kecil dari atas perbukitan itu.

Hana bersandar pada bahu Fazwan, sambil sesekali memejamkan kedua mata. Menghirup dalam udara pegunungan serta mengembuskan perlahan. Terasa segar sekali ketika masuk ke dalam kerongkongan dan menembus paru-paru.

Hana dan Fazwan larut dalam suasana sore bukit berbunga yang begitu indah sambil menikmati wedang ronde dan pisang goreng dari kedai di sudut tempat itu. Mengulang kembali kenangan yang pernah tertinggal di sana.

Lihat selengkapnya