Hana kembali menatap Fakhri. Kedua matanya sudah berkaca menahan air mata yang hendak keluar. Menelan ludah dengan susah payah. Bibir Hana bergetar saat ingin membuka suara. Hana bingung harus berkata apa.
Hatinya masih merasakan sakit. Pikirannya melambung tinggi. Membuat dadanya sedikit sesak. Sebelah tangan Hana memegang dada sambil sedikit meringis.
"Hana, kamu kenapa, Nak?" tanya Fakhri dengan panik.
Sontak, Fazwan dan Felicia berdiri dan mendekat ke arah Hana dengan cepat. Berdiri di samping Fakhri.
"Hana."
"Mba Hana."
Fazwan dan Felicia berkata bersamaan. Mereka ikut panik melihat wajah Hana yang kembali pucat sambil memegang dadanya.
"Hana, tenanglah. Se--sebentar, a--aku panggilkan dokter, ya," ucap Fazwan dengan sedikit gugup sambil melangkah cepat keluar ruangan dan mencari dokter.
Sepuluh menit kemudian, Fazwan datang bersama Dokter Rizki serta seorang perawat. Dokter muda itu langsung melakukan pemeriksaan dan memasang selang oksigen untuk membantu pernapasan Hana.
Setelah diperiksa selama lima belas menit dan diberi bantuan pernapasan, napas Hana pun kembali normal. Gadis itu masih lemas meski tidak sempat pingsan.
"Bagaimana Hana, Dok?" tanya Fakhri penasaran.
"Syukurlah, kondisinya sudah kembali stabil. Hana, kamu harus tetap tenang. Jika tidak, hal ini bisa saja terjadi lagi," ucap Rizki sambil menatap Hana serius.
"Maaf, Kak," ucap Hana pelan.
"Sebenarnya Hana sakit apa, Dok?" tanya Fakhri semakin penasaran.
"Anda ...."
"Saya Fakhri, ayahnya Hana," ucap Fakhri memperkenalkan diri.
"Oh, saya Rizki, dokter yang menangani Hana. Putri Bapak terinfeksi virus influenza. Ada pembengkakan pada paru-parunya. Itu bisa diakibatkan karena kelelahan dan stres sehingga daya tahan tubuh melemah serta tidak bisa menahannya," jelas Rizki dengan wajah serius.
"Apa? Influenza? Hana, kamu ...."
"Iya, Pak. Untungnya, Hana mau menjalankan beberapa terapi dan pengobatan hingga Hana bisa pulih dengan cepat. Namun, kondisinya belum begitu stabil. Hana masih harus mendapatkan perawatan dan pikirannya harus tetap tenang. Jika tidak, akan berdampak seperti tadi lagi," jelas Rizki dengan wajah serius.
"Maafkan Ayah, Hana. Tidak seharusnya, kamu mengalami semua ini. Ayah bersalah padamu, Nak," sesal Fakhri seraya menatap Hana.
Tangannya bergetar menyentuh rambut Hana dan membelainya lembut.Tanpa terasa, air mata menetes membasahi wajah Fakhri yang sudah mulai keriput termakan usia.