Lelaki tajir dan tampan itu menyilangkan tangan bertumpu pada tembok tepat berhadapan dengan Tari matanya tak lepas menatap Tari.
"Makin hari lo, makin cantik Tari,"
"Gak usah gombal ya," bantah Tari.
"Aku gak gombal, beneran! ntar malam mau gak dinner bareng," pinta lelaki itu.
"Liat nanti deh kalau ada waktu,"
"Ayolah,"
"Gue gak bisa janji,"
"Pokoknya harus mau!"
Lelaki itu bernama Davin ia seorang mahasiswa tahap akhir yang sudah lama memerhatikan Tari, tapi ia mendadak gugup setelah tak sengaja matanya beradu pandang pada gadis yang menatap tajam ke arahnya.
"Oke Tar gue tinggal dulu ya maaf ada urusan," lalu melesat cepat begitu saja.
"oke."
Tari mengerti jika sejak tadi sang kekasih menatap dengan tatapan tidak suka kearah Davin dan dirinya, wajar cemburu bukan kali pertama telah memergoki Davin merayu Tari sebenarnya Tari juga menyimpan perasaan pada Davin ia menyukai Davin, wajar saja ia satu dari banyak wanita yang menyukai Davin.
Sang pria rupawan, kaya raya dan terpandang santer terdengar Sonia gadis yang tadi memerhatikan kedekatan Davin dan Tari adalah tunangan Davin, ia sangat posesif.
Sonia juga anak dari seorang pengusaha kaya Tari tak mampu menyaingi Sonia tentang keluarga atau materi, Tari kalah, tapi ia mampu bersaing fisik Tari memiliki porsi tubuh ideal tinggi semampai dan wajah yang cantik sedang Sonia tidak se ideal Tari kulit gelap dan tinggi badan rata-rata tapi tetap cantik.
Soal style keduanya pandai memadu padankan fashion cuma saja pakaian Tari cenderung terbuka.
Dan mengenai ketenaran mereka sama populer di kampus, mereka dikenal hampir seluruh mahasiswa jika Sonia karena orang tuanya Sultan yang kaya sedangkan Tari mudah bergaul dan senang memberi.
Tari cuek membuang pandangannya dari Sonia ada kekesalan tersendiri Sonia adalah penghalang antara dirinya dan Davin atau tentang Sonia cukup bodoh amat Davin menyukainya mereka saling menyukai, jika bersama anak konglomerat itu, bukankah hidupnya akan terjamin tidak perlu repot-repot bekerja dan menyudahi profesi malamnya Tari selalu memikirkan itu jika Davin kembali mendekatinya.
*****
Tari berdecak kesal ia jarang masuk kelas tapi sekali masuk malah ada yang merecoki. Ya, ada Barry disekitaran kampus memaksa ingin menemuinya.
"Ada apa sih, ngapain lo ke kampus gue?" Tanya Tari dengan nada menghardik.
"Gue kangen sama lo," jawab Barry.
"Udahlah gue sibuk," sambil membuang nafas kasar.
"Gue butuh duit," ucap Barry to the point.
"Terus..?"
"Ya kasih lah sayang,"
"Gue gak punya."
" Nggak usah bohong, seorang Tari gak pernah kehabisan uang,"
"Gak guna banget sih lo datang temuin gue cuma pengen palakin gue!"
Tiba-tiba Barry mencengkram lengan Tari sangat kuat ia tak segan meski disekitarnya banyak mahasiswa
"Lepasin Barry."
"Cepet kasih uangnya kalau nggak gue nggak segan ya bilang kesemua orang siapa lo," ancam Barry.
"Lo peras gue ya!"
"Terserah lo mau ngomong apa, gue cuma butuh duit,"
Dengan terpaksa dan rasa kesal yang ditahannya Tari meraih uang dalam tas lalu beberapa lembar pecahan ratus ribu ia hitung namun buru-buru Barry merampas semua.
"Cepat pergi dari sini brengsek,"
Senyum piciknya nampak setelah mendapat apa yang ia mau
"Oke, gue juga nggak betah disini liat perempuan-perempuan dekil lalu lalang hanya lo doang yang seger, gue kangen sama lo, kapan we having seks,?
"Pergi..."
Kali ini suara Tari meninggi mengusir Barry, bukan kali pertama Barry datang ke kampus memaksa meminta uang darinya dengan ancaman, Tari sudah benar-benar diperas.
"Baiklah, gue pergi,"
Tak jauh dari tempat Tari dan Barry tengah bertikai ada senyum puas mengambang dibibir seorang Sonia ia merasa puas melihat itu, sepertinya ia punya sesuatu untuk berurusan dengan Tari.