Tari melihat pantulan wajahnya di cermin malam ini riasan wajahnya cukup berbeda dari sebelumnya, eye shadow dan lipstik berwarna gelap atau riasan ghotic tidak seperti biasanya riasan soft menampilkan wajah manis dan ceria.
Mungkin seperti kemuraman hatinya saat ini, jika dulu ia antusias akan melayani klien karena uang segepok kini hatinya bertentangan ia ingin menyudahi pekerjaan itu tapi lepas dari jerat prostitusi bukan perkara mudah, saat ini saja Barry telah menungguinya untuk mengantarkan bertemu klien, Barry adalah kekasihnya sekaligus berperan sebagai mucikari
Betapa Tari juga ingin lepas dari Barry tapi ancaman dari manusia durjana itu selalu membayangi Tari.
Mereka berjalan beriringan di basemen apartemen langkahnya terasa berat bukan kali pertama, tapi sekarang Tari benar-benar merasa terbeban.
"Bar gue naik di depan swalayan seberang jalan sana, gue mau beli pengaman,"
"Oke honey,"
Entah dari mana alasan itu tiba-tiba muncul di pikirannya, yang sebenarnya ia hanya tak ingin bekerja malam ini, akhirnya Tari berusaha kabur alasan ke swalayan memang tepat alhasil Tari menyetop taksi tanpa dilihat Barry, segera meluncur dan benar-benar kabur dari pengawasan Barry.
Meninggalkan Barry Tari kembali bingung kemana arah tujuan malam ini, mungkin ke clubbin, lalu untuk apa ia kabur dari Barry kalau ujungnya tetap ke clubbin, mungkin mengajak kencan Davin, oh itu masih riskan atau ke rumah sakit karena Nova masih di sana juga tidak mungkin Barry bisa saja mencarinya di sana.
Setelah bergumul dengan pilihan di pikirannya akhirnya rumah Shifa adalah keputusan mutlak, entah mengapa pula Tari merasa rumah itu seperti jadi penawar ketenangan Shifa menjadi pendengar yang baik. Waktu singkat saling interaksi mereka jadi akrab.
Mungkin juga petuah-petuah dari Shifa kini membuat pergolakan batin bagi Tari, ucapan Shifa yang hampir semua benar meski terselip rasa menyakitkan dari kenyataan.
Shifa membuka pintu dan mendapati Tari menatapnya kosong lalu menjatuhkan pelukan ke Shifa.
"Ada apa Tar?"
"Nggak apa-apa aku hanya ingin peluk Shifa,"
Shifa tersenyum merasa seperti seorang adik bermanja padanya.
"Shifa aku datang lagi pengen nginap disini boleh?"
"Ya boleh dong, kapan pun kamu mau datang ya datang saja pintu rumah ku selalu terbuka buat kamu."
Bersama Shifa sejenak Tari melupakan beban, frustasinya akan kehidupan, Shifa dan rumahnya menjadi tempat baru yang memberi kenyamanan bagi dara cantik itu.
*****
Setelah pulang dari rumah Sakit dan bedrest beberapa hari Nova akhirnya pulih, dan hari ini tengah berada di kampus jika dulu ia kuliah hanya formalitas semata kini niat itu berbeda ia harus kuliah, belajar baik-baik demi pekerjaan layak suatu saat tidak mungkin ia akan terus berada di lingkup prostitusi sekarang saja ia mulai merancang akan menyudahi profesi itu.
"Nova,"
Seseorang menyebutnya, ia menoleh ke sumber suara
"Bang Gery."
"Katanya kamu masuk rumah sakit ya?"
"Ini gue baru sembuh Bang, klien yang abang kasih terakhir kali itu penyebab gue sakit bang,"
"Tapi sekarang lo sudah baikan kan?"
"Setelah dirawat di rumah sakit beberapa hari, gue hampir mati saat itu,"
Ucap Nova ketus, ia masih kesal, setengah mabuk ia mampu mengingat jelas saat itu Gery meninggalkannya meski tau kondisinya.
"Andai Abang tidak tinggalin gue malam itu, mungkin gue nggak sampai masuk rumah sakit."