Caranya kemas hati yang kecewa lalu bawa dalam sujud, kembali menata perasaan, usai sholat seolah mendapat kembali kedamaian hati.
Daun yang gugur dari rantingnya semua kehendak Tuhan apalagi jodoh manusia, dengan keyakinan istiqamahnya ia percaya sesuatu yang di takdirkan untuknya akan tetap miliknya.
Sesampainya di salon Shifa duduk merenung di teras sendiri saking larutnya dalam pikiran tak menyadari ada Nova memerhatikan dirinya
"Ada apa sweet heart, kenapa kamu murung?"
Lamunannya buyar dengan kemunculan dan sapaan Nova, ada perasaan berbeda tipis bertemu sekarang dan sebelumnya dengan Nova. Ya, setelah mengetahui Nova yang terpilih bukan dirinya
"Tidak apa-apa, aku cuma sumpek di dalam."
"Harusnya happy habis ketemu profesor Razan, oh ya gimana tuh hasil pertemuannya."
"Kami hanya berbincang biasa." Ucapnya tanpa semangat.
"Nggak ada yang istimewa gitu obrolan kalian."
"Apa yang istimewa?"
"Ya, bisa aja kan dia nembak lo,"
"Nggak, aku sama seperti mahasiswi lain, nggak mungkin aku."
"Tapi buktinya Profesor ngajak lo ngedate malam ini apa lagi kalau dia merasa lo itu spesial."
"Hanya ngobrol biasa, kita mana tau kan bisa saja Profesor mengajak mahasiswi lain di malam-malam yang lalu atau malam selanjutnya,"
"Anggapan lo ke Pak Razan kok aneh gitu?"
"Maksud aku bisa saja Profesor mengajak mahasiswi lain mungkin diskusi atau bahas apalah, sama kayak aku tadi."
"Bener sih kata Tia harusnya lo lebih agresif, bilang gimana perasaan lo ke dia."
"Mustahil, nggak akan aku lakuin itu,"
Nova mengangkat bahu lebih mustahil meyakinkan Shifa atas usul para sahabatnya.
"Nov, apa nggak pernah terlintas di pikiranmu tentang profesor Razan, apa kamu tidak menyukainya."
"What a question baby? Banyak gadis menyukai Profesor tapi aku tidak di dalamnya,"
Shifa memaksa senyum berharap Nova tidak curiga atas pertanyaannya
Nova menarik sedikit kursinya agar lebih dekat dengan Shifa.
"Shifa, I have a special someone,"
"Who?"
"Tapi ini antara kita saja ya, you promise?"
"Oke."
"Aku dan Maliq."
Berbisik menyampaikan ke Shifa
"Apa?" Agak kaget ini benar-benar tak pernah terpikirkan olehnya.
Nova menempelkan jari telunjuk ke bibir maksud agar Shifa menekan sedikit volume suara agar tak terdengar yang lain.
"Serius."
"Aku dan Maliq, serius." Jelas Nova.
"Sejak kapan."