Ayam Kampus Story

Sukma Maddi
Chapter #16

Konflik

"Manusia itu meski di neraka sekalipun dia masih saja membuatku menderita."

Umpatan Tari, jelas untuk Barry disertai amukan membanting barang-barang di kamarnya, memecahkan vas hingga menghambur kosmetik yang semula tertata rapi, pikirannya benar-benar kacau.

"Jenis kehidupannya macam apa yang Kau takdirkan saat ini untuk ku jalani Tuhan,"

Membuang badan di atas ranjang lalu menangis sejadi-jadinya. Selang beberapa menit di luar Shifa dan Tiana mengetuk pintu kamar Tari, hendak membujuk sahabat yang tengah terpuruk.

"Mungkin tidak sekarang Shifa, kita beri dia waktu untuk tenang dulu."

Ada benarnya, Shifa mengangguk setuju pendapat Tiana, mereka menjauh dari pintu kamar duduk di ruang tengah, beberapa menit kemudian Nova muncul.

"Tari mana?"

Benar-benar kepanikan terpampang jelas, rupanya hari ini ia tidak ke kampus dan tau kejadian hari ini lewat video pembullyan yang di terima di whatsApp, Nova sendiri tengah berada di mall membeli perlengkapan untuk di salon ketika menerima video itu.

"Dia di kamar."

"Gue mau temuin dia."

"Jangan sekarang Nov, pikirannya lagi kacau, beri dia waktu untuk tenang."

Cegah Shifa mengikuti ucapan Tiana tadi, tapi Nova tidak mengindahkan ia terus saja ke kamar Tari menyelonong masuk tanpa mengetuk lebih dulu.

"Apa yang terjadi Tari? Maaf aku nggak ada di sana jadi nggak bisa belain lo."

Tari menjawab Nova tanpa melihat ke arahnya

"Aku juga tidak butuh di bela untuk apa? aku sudah hancur tak dapat terbentuk lagi meski dengan cara apapun,"

Ucapan lara Tari membuat Nova terenyuh menghampiri memeluk sahabatnya dan menangis. Tapi tanpa balasan peluk dari Tari hanya air mata penuh ke piluan, tak kalah Shifa dan Tiana juga merasa hal yang sama.

Tetiba Tari menghempas kasar pelukan Nova kemudian bangkit dari duduknya semula di atas ranjang.

"Dari sekian banyaknya perempuan kotor di kampus apa hanya aku saja yang mendapat hukuman."

Ucapan sarkas setengah teriak membuat sejenak otak Nova berhenti bekerja, rasa tidak percaya akan ucapan Tari, ia bangkit menatap skeptis pada Tari, ia sudah pernah di caci maki berulang-ulang, tapi hatinya menolak rasa sedih meski di paksa sekalipun. Kini beberapa patah kata ucapan sahabatnya barusan bagai belati menikam jantung tapi tidak cukup kuat untuk membunuh jadilah ia sangat tersakiti.

Mata sendu melihat Tari dan mulutnya tak terkatup hatinya sangat kecewa.

Lihat selengkapnya