Di Bumi ini masih banyak sekali orang baik, orang baik masih jauh dari kata punah. Contohnya ada ke tiga gadis jelang malam mereka dilanda kebingungan mencari solusi secepatnya untuk menebus biaya rumah sakit untuk Shifa.
"Jadi gimana ya." Imbuh Tiana di tengah kebingungan.
"Kita nggak punya uang lagi, tapi aku nggak rela jika perawatan Shifa nggak maksimal," ucap Tari sedih.
"Ada cara spontan hasilin duit." Usul Nova asal bicara.
"Gimana?" Tanya Tari penuh semangat.
"Pakai cara lama."
"Maksudnya Nov?
"Jual tubuh kita." Jawab Nova sekenannya.
Jika dulu Nova mengungkit pekerjaan itu maka Tari paling tegas membantah. Kini atas ucapan Nova mulutnya kelu tapi pikirannya bekerja untuk mencerna.
"Ngaco gue? Sorry, habis otak gue nggak bisa bekerja lagi."
Tari menatap Nova, sejenak dalam diam itu ia mempertimbangkan, lalu dengan suara bergetar.
"Sepertinya memang itulah caranya."
"Hah!" bersamaan Nova dan Tiana tercengang sama sekali tidak menyangka usul jahannam Nova dibenarkan Tari.
"Cara lama, mau bagaimana lagi, semoga Tuhan memahami, kita lakukan karena terpaksa semoga kali ini benar-benar menjadi maksiat terakhir."
Kemudian menyeka air matanya, Nova mendekat memeluknya. Nova tertawa getir, maksiat terakhir, apa artinya itu? Bagaimana hukum seorang hamba sengaja merencanakan untuk melakukan dosa karena benar-benar terdesak.
"Nova jika kamu berkenan mari kita bantu Shifa dengan cara itu."
"Ya, gue mau demi Shifa, malam ini di club mungkin masih ada pelanggan lama kita," mulutnya lancar berucap tapi hatinya sungguh merasakan kegetiran.
Tiana juga mendekap ikut menangis. "Aku juga ikut kalian."
"Lo mau ngapain?" Tanya Tari menepis pelukan Tiana.
"Aku juga mau menghasilkan uang seperti kalian," jawabnya dengan terisak.
"Nggak bisa, kamu nggak bisa ikut-ikutan seperti gue dan Tari." Sela Nova.
"Bener, kamu nggak boleh ini sangat berat tapi aku dan Nova pernah melaluinya, aku nggak tega hancurin masa depan kamu, cukup kamu jaga Shifa di rumah sakit dan jangan pernah bilang kami kembali bekerja seperti dulu untuk malam ini."
"Tapi aku nggak pernah nyodorin uang untuk biaya rumah sakit."
"Nggak apa, cukup gue dan Tari yang cari duitnya, lo harus pertahanin kesucian lo."
"Kata siapa aku masih suci?" Suara serak Tiana meninggi.