Ayat Ayat Benci

Sarjana Goblok
Chapter #1

Bab 1 : Bagaikan Asap

  Baru saja wanita itu lewat dan melintasi diriku. 

  Ya, wanita itu bukanlah wanita biasa!!!

  Dia adalah wanita paling cantik yang pernah aku lihat di bulan ini. Bulan Oktober. Biasanya sesuatu yang menyenangkan dan ceria itu datangnya pada bulan September. Entah mengapa aku teringat dengan sebuah lagu : September ceria…September ceriaaaa…Milik kita bersama. Hmm… kalimat terakhirnya mirip seperti slogan salah satu stasiun televisi swasta di tanah air. Oke, forget it. Kita kembali lagi pada pembahasan wanita cantik.

  Walaupun wanita itu melintas cepat bagaikan asap, namun wanginya itu masih mengambang dan melayang-layang di udara. Aku mencoba untuk menghirup wangi itu. Sepertinya parfum wanita itu mengandung zat pheromone sehingga dapat membuat para pejantan tergila-gila. Contoh konkretnya adalah diriku. 

   Wewangian yang ditimbulkan oleh wanita itu yang kemudian membuat aku berbalik dan memandanginya dari belakang. Wangi itu yang membuatku terbuai ke dalam alam fantasi penuh bunga-bunga. Denyut jantungku berdetak kencang seperti tabuhan drum musik rock. Darah bergejolak dibakar oleh api semangat nan membara. Ada sebuah getaran yang tidak biasa. Tentunya para pujangga cinta setuju dengan pendeskripsianku tentang wanita itu yang mungkin terbilang penuh dengan hiperbola semata.

  Mataku bahkan kuat untuk tidak berkedip selama sekian puluh detik hanya untuk melihat pancaran dari kecantikannya. Sebuah emosi, gelora jiwa, atau apapun itu, seperti keluar dari pori-pori kulit. Kuperhatikan wajahnya yang tirus manis. Itulah yang membuatnya semakin cantik. Itulah yang membuat imajinasiku membuncah-buncah. Aku pun menahan napas. Kulitnya yang putih itu menjadi semakin putih karena dibungkus dengan baju yang berwarna kontras dengan kulitnya. Entah kemeja atau kaus biasa, karena rambut hitamnya yang terurai hampir menyentuh pinggang itulah yang menghalangi pandanganku untuk menebak jenis baju apakah yang dipakai olehnya.

   Pandanganku mulai mengikuti rambut hitamnya yang bergerak. Tubuhnya tinggi, langsing, dan elegan. Perfect! Kaki wanita itu seolah menyatu dengan celana jeans biru tua yang ketat dan pendek. Wanita yang satu ini sangat menggoda. Apakah dia adalah bidadari yang turun dari khayangan? Dia begitu indah dilihat di sini, dengan latar belakang lorong Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang sepi. What a wonderful feeling! Rasa inilah yang selalu kutunggu. Rasa penuh kekaguman dan aku mengagumi dia, bahkan lebih. Dia laksana mahakarya Tuhan yang tiada bandingan. Kalau yang dikatakan oleh Ismail Marzuki lewat lagu Aryati adalah ” dikau mawar asuhan rembulan” dan ” dikau gemilang seni pujaan.”

  Dan coba tebak, apa yang aku bisa perbuat???

  Tidak ada!!!

  Sementara, jarak kita berdua semakin jauh. Aku belum mengenal dia dan aku ingin mengenal dia!!! Mungkin aku akan bermimpi tentang dia, nanti malam lebih tepatnya. Dia sangat cantik dan kecantikannya membuat aku terpaku di sini.

  ” Indah!!!” spontan aku berteriak. Aku mencoba menerka-nerka, mungkin itu adalah namanya. Siapa tahu itu benar. Ternyata, dia tidak menoleh ke arahku.

  ” Puspa!!!” Aku pun berteriak lagi. Dia sama sekali tidak bergeming dan tetap tidak menoleh. Ataupun sekedar menghentikan langkahnya yang anggun. Aku berpikir, mungkin itu bukan namanya. Pasti namanya secantik rupanya. Ya, itu pasti.

   ” Manis!!!” 

   Wanita itu menghentikan langkah kakinya. Apakah itu benar namanya? Manis, apakah itu namanya? Mungkin saja, sebab hal itu terbukti kalau wanita itu berbalik dan berjalan menuju ke arahku, sambil mencari-cari sesuatu dari dalam tas jinjingnya.

   Aku segera berpose keren seperti pose Aston Kutcher di film Spread. Aku bersandar di dinding, melipat kedua tangan di depan dada. Pose terbaik untuk berkenalan dengan wanita cantik. Langkah berikutnya, aku akan melambaikan tangan sambil memberikan senyuman, lalu berkata,” hai gadis, bolehkah aku mengenal dirimu?” Tentunya dia tidak akan bisa berpaling dari wajah pria setampan diriku ini. Aku sangat berharap kalau wanita itu bergerak mendekat, lalu dia akan mengulurkan tangannya sebagai awal perkenalan dan memberitahukan namanya padaku. Bahkan, memberikan nama panggilan yang manja. Oh, begitulah yang kuharapkan.

  Ketika aku sudah bersiap dengan apa yang kuharapkan, ternyata dia hanya berjalan melewatiku!!! Langkah kakinya bergerak terburu-buru. Segenap khayalanku runtuh. Wangi parfumnya itu kembali terhirup, membuatku kembali berbalik, dan memandangi dirinya dari belakang.

   ” Aduh, buku perpus yang mau gue balikin malah ketinggalan di mobil lagi,” si Manis mengeluh. Suara lembutnya terdengar olehku. Dia menghentikan langkahnya dan menghubungi seseorang lewat handphone.

   ” Pak, buku saya ketinggalan di jok belakang. Tolong anter lagi ya ke kampus. Soalnya buku itu mau saya balikin,” ujar si Manis kepada orang yang diajak bicara di handphone.

   Mendengar perkataan si Manis, bohlam di atas kepalaku menyala terang. Aku dapat ide!!! Jadi, setelah dia mengambil buku itu dan membawanya, aku bisa melihat apa judul buku itu dan aku bisa segera tahu dari fakultas mana dia berasal. Jika aku tidak bisa melihat buku itu, dengan sangat terpaksa aku melakukan adegan yang pernah dilakukan di film era 70-an dan 80-an. Sebuah adegan di mana seorang pria secara sengaja menabrak seorang wanita yang sedang membawa buku hingga buku yang dibawa si wanita itu jatuh berantakan. Kemudian, si pria dengan gaya gentle-nya minta maaf pada si wanita dan segera membantu membereskan buku si wanita yang jatuh. Ujungnya sudah bisa ditebak, si pria berkenalan dengan si wanita dengan mudahnya dan menjalin hubungan asmara. Sempat aku terpikir untuk melakukan itu, tapi life isn’t movie. Lagipula, jika aku mengikuti adegan film itu, tidak efektif dan efisien.

   Ketika aku hendak mengikuti si Manis dari belakang, secara mendadak aku mendengar sayup-sayup suara seseorang yang memanggil namaku. Awalnya sayup-sayup, lama-lama berubah menjadi suara yang jelas. Entah mengapa, secara otomatis kepalaku menoleh ke arah sumber suara itu dan bergerak menghampiri, sehingga aku melupakan si Manis.

   ” Rendy, lo mau ke mana? Gue ada perlu nih sama lo,” kata Lisa yang berlari-lari kecil ke arahku dari kejauhan.

   Ketika Lisa sudah mendekat, aku baru teringat dengan si Manis. Kupalingkan diriku dari Lisa dan kembali fokus pada target pertama, tapi sayang seribu kali sayang, si Manis sudah lenyap entah ke mana bagaikan asap yang tertiup angin. Ah, aku gagal untuk menyelidiki tentang siapa sebenarnya si Manis itu. Ya Tuhan, mungkin Dewi Fortuna belum berpihak padaku hari ini. Tak apalah, aku akan kembali melakukan pencarian pada waktu dan kesempatan lain. Mungkin sekarang adalah waktu dan kesempatan di mana diriku harus berhadapan dengan wanita tomboy bernama Lisa, yang saat ini sudah berada di dekatku dan ingin menanyakan sesuatu yang sudah bisa kutebak. Mungkin dia akan bertanya tentang hal-hal berbau seni atau bahkan dia mau curhat padaku. Hmm… ya sudahlah.

  Setelah peristiwa di lorong fakultasku yang sepi tadi, aku jadi kehilangan semangat. Apalagi setelah mendengar ceracau dari Lisa, wanita tomboy yang menjadi teman wanita terdekat semenjak aku berkuliah di kampus. Waduh, rasanya badanku ini seperti diberi obat pelemas secara drastis sehingga benar-benar kehilangan semangat.

   Bayangkan saja, Kawan, hampir dua jam Lisa mencurahkan semua isi hatinya kepadaku. Tentang apa lagi topiknya kalau bukan tentang percintaan. Lisa bercerita padaku kalau dia jatuh cinta, bahkan tergila-gila pada seorang pria. Lisa menyebutkan padaku bahwa pria itu memiliki ciri-ciri, yaitu tampan, keren, dan memiliki keahlian di bidang kesenian. Kalau boleh jujur, ciri-ciri dari pria yang disebutkan oleh Lisa itu mirip semuanya dengan ciri-ciri pada diriku, tapi aku tidak ingin menunjukkan kenarsisanku di hadapan orang yang sedang curhat. Kasihan saja. Takutnya dia menjadi tidak fokus dan malah semakin terbebani. Biarlah Lisa menuntaskan curahan hatinya. Sedangkan aku cukup menjadi pendengar yang baik, lalu memberikan sedikit nasehat bijaksana layaknya Mario Teguh. Lagipula, pria seperti itu bukan hanya aku di dunia ini. Mungkin aku saja terlalu ke-GR-an jadi orang. Payah ya aku!

  ” Jadi, lo naksir nih sama tuh cowok?” aku memastikan.

  ” Bukan cuma naksir, tapi jatuh cinta! Nggak tau kenapa, tapi yang jelas tuh cowok kayaknya jodoh gue deh! Soalnya dia punya banyak banget kesamaan kayak gue. Dia suka seni, gue juga. Pokoknya kesukaan gue samaan deh kayak dia,” ujar Lisa bersemangat. Maklum, namanya juga wanita. Setiap membicarakan lawan jenis, apalagi lawan jenisnya itu disukai olehnya, pastilah dia semangat.   

  ” Kalo emang lo suka sama tuh cowok, ya udah lo ngomong aja ke dia. Kali aja lo diterima. Lagian nggak dosa kok kalo cewek nyatain cinta ke cowok. Daripada elu stress memendam cinta,” aku memberikan bujukan walaupun sebenarnya aku malas untuk menanggapi curhatnya. Tapi demi teman, ya akan aku lakukan.

  ” Iya juga sih, Ren. Tapi, gue malah dilema aja sama tuh cowok. Gimana ya?” ekspresi wajah Lisa berubah menjadi seperti orang yang sedang berpikir serius. 

  ” Lho, dilema kenapa, Lis? Tadi katanya lu jatuh cinta, kenapa sekarang lu malah dilema?” aku jadi bertanya-tanya.

  ” Jadi gini, Ren, tuh cowok emang sih tipe gue banget. Tapi sayangnya, tuh cowok termasuk cowok brengsek. Dia pernah nyelingkuhin temen gue. Ya walaupun dia udah minta maaf sama temen gue dan udah damai sampe sekarang. Cuma gue-nya yang masih dilema sama tuh cowok. Takutnya, pas gue udah nembak itu cowok, eh dia selingkuh lagi,” Lisa menyampaikan alasannya. Aku mengangguk-angguk sebagai tanda bahwa aku paham dengan sesuatu yang membuatnya dilema. 

  ” Tapi, bukannya lo juga suka sama tipe cowok bad boy? Kenapa lu nggak mau?” tanyaku untuk memperjelas.

  ” Itu bukan bad boy, Ren, tapi criminal boy. Ada perbedaannya. Gue cuma tertarik dan jatuh cinta dengan bad boy keren, bukan criminal boy,” bantah Lisa.

Lihat selengkapnya