Ayat Cinta sang Mawar Putih

Icha Azzahra
Chapter #2

0.2 | Dia yang Bermata Indah

Arga merenggangkan ototnya yang terasa tegang. Sejak pagi ia memang sudah disibukkan dengan kunjungan pasien yang lumayan padat. Apalagi seminggu ini ia sering mendapatkan jadwal jaga malam menggantikan dr. Rima—yang juga dokter spesialis jantung—sedang cuti melahirkan. Belum lagi jadwal bantuan operasi yang menunggunya malam ini. Argh, padatnya jadwal hari ini membuat kepala Arga sedikit pening.

Untuk itu, ia memutuskan untuk berjalan santai dan menghabiskan waktunya di taman rumah sakit. Biasanya, di sana banyak sekali anak-anak kecil yang sedang bermain atau hanya menikmati suasana sore dan segarnya terpaan angin yang berembus. Setidaknya dengan berinteraksi dengan anak-anak kecil itu, perasaan penat Arga bisa menghilang sedikit.

Arga tersenyum begitu mendapati banyak anak kecil yang sedang berlari dan tertawa bersama dengan orang tua atau orang-orang terdekat mereka. Walaupun masih mengenakan pakaian pasien rumah sakit, tapi tidak menyurutkan tawa mereka yang terlihat begitu lepas. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jas putihnya, lalu kembali berjalan hendak mendekati beberapa anak kecil yang sedang memainkan sebuah permainan di tengah-tengah taman. Namun baru beberapa langkah maju, ia sudah dikejutkan oleh seorang wanita yang limbung dan hendak jatuh terjerembab di atas tanah berumput itu kalau saja tangan Arga tidak sigap memeganginya.

"Anda baik-baik saja?" tanya Arga begitu mendapati tubuh wanita itu yang terlihat lemas tidak bertenaga.

"Hei," Arga baru saja akan membalikkan tubuh wanita itu dan akan melihat wajahnya, namun gerakan wanita itu yang hendak berdiri sendiri membuatnya berhenti.

"Saya bantu duduk!" Kata Arga yang masih tidak melepaskan pegangannya pada kedua lengan wanita itu.

"Saya bisa sendiri kok, terima kasih." Ujar wanita itu seraya menolehkan kepalanya sedikit, membuat Arga tertegun sebentar saat melihat wajah itu. Kontan, Arga segera melepaskan cekalannya setelah mendapati gerakan lengan wanita itu yang seakan memberi isyarat minta dilepaskan.

Dengan sedikit tertatih wanita berhijab itu duduk pada bangku taman yang terdekat. Sejak tadi Arga perhatikan, ia selalu memegangi dadanya yang entah kenapa sambil mengatur napasnya yang terdengar berat dan sesak. Jika dilihat dari sikap dan bahasa tubuhnya, wanita itu sedang sesak napas yang mungkin saja penyebabnya adalah Asma.

Arga tidak bisa tidak khawatir melihat seseorang yang mengenakan baju pasien sedang merasakan kesakitan seperti itu. Sebagai dokter tentu saja nalurinya tidak bisa membiarkan seorang pasien kesakitan sendiri tanpa ia bantu. Ia pun segera mengambil tempat kosong di samping wanita itu. Berkali-kali ia tertegun akan wajah itu, yang sangat tidak asing untuk ia kenali tapi ia juga tidak tahu kapan pernah mengenalnya.

"Apa Anda benar baik-baik saja?" tanya Arga dengan sarat kekhawatiran. Sungguh, ia memang benar-benar khawatir melihat pasien yang kesakitan seperti itu, apalagi pasien itu hanya diam memendam rasa sakitnya tanpa sedikit pun merintih kesakitan.

Untuk beberapa saat wanita itu hanya diam dengan mata tertutup sambil terus memijit-mijit bagian dadanya. Dan, setelah rasa sakitnya mereda, ia langsung menolehkan wajahnya pada Arga yang masih menatapnya dengan penuh kekhawatiran.

"Maaf, kita bukan mahram." Katanya tegas yang langsung membuat Arga terkesiap hingga refleks menjauhkan tangannya yang entah sejak kapan berada di pundak wanita itu.

Baru saja Arga hendak mengucapkan sesuatu, namun suara lembut wanita itu membuat suaranya kembali tertelan di kerongkongan.

"Saya sudah baik-baik saja kok, terima kasih sudah khawatir." Ujarnya dengan kepala yang tertunduk.

Arga mengernyit heran mendapati sikap wanita itu yang sepertinya sedang menghindari kontak mata dengannya. Kalau diperhatikan, wanita ini memang sangat islami dengan hijab panjang yang terulur menutupi dada, pakaian rumah sakit berlengan panjang ditambah manset yang menutupi sampai separuh telapak tangannya.

Arga tersenyum kecil membayangkan sikapnya tadi yang begitu khawatir tanpa mempedulikan kekhawatiran itu tertuju. Ia pasti bodoh sekali dalam pikiran wanita di sampingnya ini, sikapnya yang tadi pasti membuat pikiran wanita itu ia tidak tahu caranya menghormati seorang wanita muslimah.

"Baik, sama-sama." Balas Arga. "Maaf, boleh saya tanya, apa Anda dari bangsal Seruni?" Bukan apa-apa, pasalnya Arga hanya khawatir bila bangsal tempat asal ini jauh dari taman. Tempat mereka berpijak saat ini.

Wanita itu lantas mengangguk, mengiyakan. Membuat Arga mengangguk-angguk dengan senyum syarat kelegaan karena ternyata letak bangsalnya tak terlalu jauh dari sini.

Dan, ketika Arga hendak membuka suaranya tuk bertanya lagi, suara deringan telepon dari sakunya berteriak keras dan membuyarkan segala pertanyaan yang tadi sempat bersarang di otaknya. Sedikit kesal, Arga mengangkat telepon yang ternyata adalah nomor rumah sakit.

"Ya?"

"Dokter maaf, jadwal operasi jantung atas nama Tuan Broto dimajukan lima belas menit lagi. Mendesak Dok, karena denyut jantung pasien makin melemah, maka harus ada tindakan segera dari tim medis. Semua Dokter ahli bedah dan jantung juga sudah berkumpul di sini, hanya tinggal menunggu Dokter saja." Jelas seorang perawat panjang lebar dari seberang sana.

Arga menghela napas, lalu mengangguk. "Baik, saya segera ke sana. Terima kasih, Suster."

Klik.

Arga memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jas, ia segera berdiri dari duduknya. Sebelum beranjak, ia menoleh sebentar pada sosok wanita yang masih duduk tenang di atas bangku taman lalu meninggalkan pesan sebelum ia pergi.

"Berjalan jauh malah akan membuat Anda tambah kelelahan dan semakin menyesakkan napas Anda. Kembali dan istirahatlah di kamar, sepertinya denyut jantung Anda masih belum pulih dan belum bisa berfungsi normal kembali."

Sementara di sisi lain, wanita itu tampak tertegun dengan apa yang baru saja ia dengar. Pesan itu... terdengar seperti sangat tahu akan kondisinya. Secepat kilat, ia langsung menolehkan kepalanya ke belakang.

Dan, dia terlihat. Dia seorang dokter dengan jas putih bersihnya.

***

Lihat selengkapnya