AYM

Ismahayati
Chapter #2

masa lalu yang indah

“Mas Yudha, kita pacaran sudah berapa lama ya, Mas?”

“Mmmm… kayaknya dari kita semester tiga ya, Dek,” jawab laki-laki tinggi dengan kacamata pipih yang membuat tampangnya semakin tampan.

“Berarti udah hampir dua tahun ya, Mas.”

“Kenapa emangnya, Dek?”

Percakapan antara dua insan yang saling mencintai terhenti dengan diamnya sang perempuan. Dia hanya memainkan jari jemarinya yang mungil. Arini memang sering melakukannya, jika dia sedang dilanda kegelisahan.

Kampus tercinta yang ada di daerah Bogor ini menjadi saksi pertemuan mereka berdua. Cinta pada pandangan pertama, mungkin itu yang dirasakan oleh Arini. Sedangkan, perasaan Yudha muncul karena kagum akan kepintaran Arini dalam menyelesaikan masalah di setiap diskusi.

Hampir di setiap momen, Arini selalu menjadi pusat perhatian dengan kepintaran dan wawasannya yang luas. Arini memang punya hobi membaca. Karenanya, untuk diskusi dan adu argument juga salah satu hobinya. Tetapi, di luar setelah diskusi selesai, Arini lebih memilih untuk menjadi seorang yang pendiam.

Arini memiliki kesulitan untuk bisa berteman dengan banyak orang. Namun sebisa mungkin, dia berusaha untuk tetap berbicara dengan sekitarnya, meski hanya seadaanya. Karenanya, sedikit orang yang bisa dekat dengan dirinya. Sering kali, Arini dianggap sombong oleh teman temannya. Walau sebenarnya, itu tidak benar. Arini hanya kesulitan untuk bersosialisasi dengan lingkungannya.

Hingga, Seorang yang Bernama Yudha mendekati Arini. Lelaki tampan yang popular di kalangan para gadis lebih memilih Arini, ketimbang perempuan yang berusaha menempel padanya. Dia sangat terpesona dengan perempuan yang terlihat bersinar dan paling tampak di saat dia menunjukkan kepintarannya.

“Kenapa, Adekku sayang?” tanya lelaki itu pada perempuannya yang mulai terlihat bimbang.

“Mmmm… Bunda, Mas,” jawabnya ragu.

“Bunda kenapa? Bunda sakit?” kecemasan mulai muncul diraut wajah khas Solo.

“Bukan… tapi… iya juga sih.”

“Lah, bagaimana sih?”

“Mmmm….” Arini masih belum berani membuka pembicaraan yang masih tertahan di tenggorokannya.

“Enggak papa, Dek. Mas akan terus dengerin adek, apa pun yang akan adek katakan.” Yudha mencoba memberikan keberanian kepada gadis manis dengan kuncir kudanya itu.

“Bunda kan udah kenal sama Mas Yudha kan?” Entah kenapa, Arini malah memilih untuk pertanyaan yang sudah jelas jawabannya itu.

“Ya, trus.”

“Mas juga sudah berkali-kali main ke rumah kan ya?”

“Iya, sayang. Itu enggak usah ditanyain. Mas juga udah tahu.” Lelaki itu terlihat tidak sabaran dengan apa yang sebenarnya sedang disembunyikan kekasihnya itu.

“Mas juga udah kenal sama Ayah kan ya?” lanjut Arini.

Dengan gemasnya, Yudha langsung memegangi kedua pipi Arini. “Stttt… Stop. Kamu ada apa sih, sayang?” Sambil menatap kedua bola mata indah itu, dan Yudha pun tidak melepaskan posisi tangannya.

“Kata Bunda, dia bilang bunda sama ayah udah tua.” Dengan kesulitan berbisa, karena tekanan di rongga pipinya, dia pun mulai menjurus pada tujuan pertanyaannya itu.

“Ya, trus?”

“Kata Bunda, dia pengen ngeliat anak bontot perempuan satu satunya untuk segera menikah, Mas.”

Lihat selengkapnya