Perjalanan ke rumah ibu mertua, baru pertama kali Arini jalani. Penuh rasa gelisah bercampur senang, dan diaduk dengan kekhawatiran. Karena, perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan, mereka hanya ditemani oleh kakak kedua dari Arini. Dengan keadaan kedua orangtua Arini yang sudah tidak terlalu kuat, hal itu pula yang membuat mereka tidak ikut.
“Maaf ya, dek. Kedua orangtua kamu enggak bisa ikut.” Yudha yang melihat kegelisahan di wajah Arini pun menegurnya, dan kemudian memegang punggung tangannya dengan lembut.
Mata Arini yang sejak tadi melihat keluar jendela pun, teralihkan. Dia pun, mulai kembali merasakan kehangatan dari sang kekasih. Di mana, saat malam setelah pernikahan mereka hal itu sempat menghilang. Namun kini, ada sedikit angin sejuk yang menyelimuti hati sang perempuan. Di lihatnya, wajah sang suami tampannya itu. Dibalas, tegurannya hanya dengan senyuman yang sedikit dipaksakan.
“Kamu masih merasa takut ya, dek?” Yudha menanyakan hal yang sempat Arini sampaikan sebelum pergi tadi.
“Iya, Mas. Saya belum sekali pun ketemu sama keluargamu, Mas.” Arini masih memainkan ujung jarinya, karena rasa gelisah itu belum hilang.
“Selama pacaran, kamu enggak pernah ikut Yudha ke rumahnya?” Bang Dika yang mendengarkan, ikut bertanya tentang isi percakapan mereka.
“Belum, Kak,” jawab Arini.
“Soalnya, saya memang tidak pernah pulang kak selama kuliah dan tinggal di Bogor, Kak,” sambung Yudha.
“Tapi, sebelum pernikahan ini, kamu udah sempat pulang kan?” tanya abangnya Arini lagi.
Yudha terlihat ragu untuk menjawabnya. “Mmmm… sebenernya… enggak, Kak.”
“Lah? Trus?!” Dika mulai merasakan sebuah keganjilan.
“Saya memberi kabar hanya lewat telepon, Kak. Dan….”
“Karena keadaan, jadi mereka tidak bisa hadir juga kak di pernikahan kemarin.” Arini ikut menjelaskan hal yang terlihat sulit Yudha sampaikan.
Seperti biasa, Yudha tidak senang dengan tingkah Arini yang suka masuk ke dalam pembicaraan orang seperti ini. Hanya saja, ketidaksenangannya itu tidak bisa ditunjukkannya. Tidak mungkin juga, dia marah di depan kakak yang sangat menyayangi adek perempuan bontotnya satu satunya.
“Tapi….” Bang Dika sepertinya tidak puas dengan hal ini.