Awalnya kehidupanku terasa begitu sempurna. Aku menikah dengan kekasihku, yang kupacari sejak aku baru menginjak di bangku menengah atas. Ia adalah kakak kelasku semasa SMA. Aku sangat mencintainya, dan ia selalu membuatku merasa aman dan nyaman. Ia pun dapat membuatku bahagia.
Namun perlahan kebahagiaan itu sirna, ketika usaha yang dijalani suamiku mengalami kebangkrutan. Tapi, aku selalu berusaha untuk menjadi seorang istri yang baik. Walaupun kini, suamiku selalu bersikap kasar padaku.
"Ini Bang kopinya" ujarku sembari membawakan secangkir kopi.
"Mana makananku?"
"Masih dimasak Bang"
"Kamu ini bagaimana? Kamu tahu kan jadwal bangun aku jam berapa? Aku sedang lapar!" bentak Bang Arif.
"Iya maaf Bang, sebentar lagi mateng kok, sabar ya"
"Alah alasan terus kamu, aku mau pergi aja sekarang"
"Abang mau kemana?"
"Bukan urusanmu!" bentaknya sambil membanting pintu.
"Mama.." panggil anakku sambil menangis.
Sepertinya ia terbangun karena mendengar suara bantingan pintu.
"Iya sayang" ujarku sambil menghampiri Langit, putra semata wayangku.
Langit sudah terduduk di kasur,sambil menangis. Sepertinya, Langit terkejut karena suara bantingan pintu, yang cukup keras.
Aku segera menghampirinya, lalu menggendongnya.
"Cup cup cup jangan nangis ya sayang" ujarku sambil mengusap lembut kepalanya.
Aku mengecup kepala Langit, sambil mengayun-ayunkan tubuh mungilnya.
"Eh, Langit pasti udah laper ya sayang?" tanyaku pada Langit, ketika ia sudah berhenti menangis.
Langit hanya menganggukkan kepalanya.
Aku mengambil gendongan kain yang kugantung di gantungan pintu kamar. Setelah gendongan yang kukenakan, terpasang dengan baik. Aku pun segera berjalan ke arah dapur.
Aku menggendong Langit sembari memasak telur untuk kami berdua. Untungnya, nasi yang kumasak sudah matang. Tapi saat aku hendak membuat susu untuk langit, susu formulanya hanya tersisa untuk satu kali minum saja.
Hari ini, aku sedang benar-benar tidak punya uang. Mau tidak mau, aku harus meminta uang kepada Bang Arif. Agar Langit dapat minum susu.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam, namun Bang Arif tak kunjung pulang. Entah kemanakah ia gerangan, sedari pagi ia tak kunjung pulang.
Aku sungguh lelah hari ini, sehingga tidak sadar aku pun tertidur di kursi ruang tamu.
Tok.. Tok.. Tok..