"Kamu yakin mau pulang sekarang Ta?" tanya Bapak.
"Iya Pak, kasian Bang Arif di rumah sendiri"
"Tapi masa kamu cuma nginep sehari doang" ujar Bapak sambil memelas.
Aku tahu, Bapak pasti masih ingin ditemani. Namun aku tidak bisa terus menemani Bapak, karena aku pun harus pulang ke rumahku.
"Nanti Sita main lagi kok Pak" ujarku.
Bapak hanya bisa pasrah mendengar jawabanku. Wajah Bapak terlihat kecewa, aku jadi tidak tega, tapi aku pun harus pulang. Aku takut Bang Arif marah jika aku tidak ada di rumah. Terlebih lagi perasaanku dari tadi tidak enak.
"Ya udah ya Pak aku pulang dulu" ujarku lagi.
"Ini" ujar Bapak sambil mengepalkan uang.
"Buat Langit" tambah Bapak.
"Makasih ya Pak, Sita pulang dulu. Asalamualaikum" ujarku sambil mencium tangan Bapak.
"Walaikumsalam" jawab Bapak.
Sebelum pergi, aku melambaikan tangan mungil Langit ke arah Bapak.
"Dadah kakek" ujarku sambil melambaikan tangan Langit.
Bapak tersenyum atas tingkahku.
"Hati-hati ya" ujar Bapak.
Aku hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.
Langkahku terasa sangat berat. Sebenarnya aku tidak ingin pulang, namun aku tidak boleh egois, karena Bang Arif pasti sudah menunggu kepulanganku.
Aku berjalan dengan tergesa-gesa. Saat tiba di depan gang, aku segera menaiki angkot yang melintas. Perasaanku kian tidak enak, aku harus segera sampai ke rumah.
Betul saja, saat aku tiba di rumah, Bang Arif sudah berdiri di depan rumah. Raut wajahnya terlihat sangat kesal.
"Asalamualaikum Bang" ujarku sambil mencium tangannya.
Bang Arif malah menarik tanganku dengan kencang. Ia membawaku ke dalam rumah, serta membanting tubuhku ke tembok.
"Kemana saja kamu?" bentaknya.
"Kan aku nginep di rumah Bapak Bang"
"Alasan kamu! Semalem kamu "Dagang" dimana hah?"
"Gila ya kamu! Aku beneran nginep di rumah Bapak"
"Oh udah berani ngebentak aku ya? Dasar istri kurang ajar!" ujarnya sambil menampar pipiku keras, sehingga darah pun keluar dari sudut bibirku.
Langit menangis begitu keras, tapi Bang Arif malah menarik tanganku dengan keras. Ia seolah tidak mempunyai empati kepadaku dan Langit.
Bang Arif menyeretku ke kamar. Ia mendorong tubuhku dengan kencang. Sehingga aku terjatuh ke lantai. Untungnya aku memeluk tubuh Langit dengan erat, sehingga Langit tidak ikut jatuh ke lantai.
Bang Arif mengunciku dengan Langit di kamar.
Aku tidak percaya lagi kepada Bang Arif. Cinta yang dahulu ia janjikan, kini telah sirna. Kini ia bukanlah Bang Arif yang aku kenal. Ia adalah seorang pria yang begitu jahat.
Malam pun tiba, sepertinya Bang Arif pergi dari rumah.
Aku bisa mendengar, ia mengunci pintu rumah.
Aku buru-buru memakaikan jaket, kaus kaki, serta topi kepada Langit. Aku pun segera mengenakan jaket, karena kini sudah pukul 10 malam. Angin di luar pasti sangat dingin.
Aku mengikatkan gendongan kain cukup kuat.