Setelah kejadian, aku diganggu oleh segerombolan preman, tempo lalu. Aku jadi tidak pernah keluar rumah pada malam hari lagi.
Lalu setelah kejadian itu, Toni semakin mendekat kepadaku. Entah apa maksudnya.
Bukannya aku terlalu berlebihan, hanya saja perhatiannya kepadaku, bisa dibilang tidak begitu wajar. Ia seperti memang perlahan mendekatiku dengan maksud lain.
Setiap pagi, Toni selalu mengantarkanku ke pasar. Saat ia dapat shift kerja malam pun, ia tetap mengantarkanku, padahal aku tahu, ia pasti kelelahan.
Toni pun sangat perhatian kepada Langit. Ia selalu menyempatkan diri, untuk bertemu dengan Langit. Mereka pun sering bermain bersama.
Langit pun terlihat sangat bahagia jika bersama Toni.
***
"Teh" sapa Toni saat ia datang ke warung.
"Eh, Ton, mau makan apa?" tanyaku ramah.
"Mau kopi aja Teh, satu"
"Oh iya, saya buatin dulu ya" ujarku.
Aku segera membuatkan segelas kopi hitam untuk Toni. Setelah selesai, aku pun memberikannya kepada Toni.
"Ini Ton" ujarku sambil memberikan secangkir kopi kepada Toni.
"Makasih Teh"
"Iya sama-sama" jawabku sambil melengos pergi.
"Teh.." panggil Toni.
"Iya? Kenapa Ton?" tanyaku, sambil berjalan kembali ke arahnya.
"Saya mau ngobrol sebentar boleh?"
"Oh boleh, ada apa emangnya?"
"Besok saya pulang sore Teh. Jadi, saya pengen ngajak Langit sama Teteh buat makan di luar"
Aku diam sejenak, karena bingung harus menjawab apa.
"Tenang Teh, besok kita ga pergi terlalu malem kok. Lagian, kan ada saya yang bakal jagain Teteh sama Langit" jelasnya.
Toni seperti mengerti, apa yang ada dipikiranku.
"Teteh mau kan?" tanyanya lagi.
Aku berpikir sejenak, dan akhirnya aku pun mengiyakan ajakannya itu.
"Iya, saya mau" jawabku.
Wajah Toni terlihat begitu sumringah. Aku pun jadi ikut senang, ketika melihat raut wajahnya menjadi senang seperti itu.
"Nanti, besok saya jemput ya Teh, habis magrib, biar ga terlalu malem pulangnya" ujarnya.
"Iya Ton" jawabku.
Toni pun menyeruput kopinya, sambil sesekali tersenyum kepadaku.
***
"Ma, Langit seneng banget deh bisa pergi sama om Toni" ujar Langit bersemangat.
Aku mengelus rambut Langit lembut, sambil tersenyum kepadanya.
Aku sangat senang, ketika Langit senang. Sepertinya, sudah lama Langit tidak sesumringah ini.
Terdengar ada suara klakson motor yang berbunyi, itu pasti suara klakson motornya Toni.
"Ma.. Itu pasti Om Toni, aku ke depan duluan ya" ujar Langit.
Langit pun langsung turun ke lantai bawah.
"Hati-hati nak, jangan lari-larian" ujarku.
Tapi sepertinya Langit tidak mendengarkanku, saking semangatnya.
Aku mengambil tasku, lalu menyusul Langit.
Saat aku keluar dari rumah, Langit sudah duduk di atas motor, dan sedang bercanda dengan Toni. Perasaanku terasa hangat. Aku sangat senang, ketika melihat senyuman Langit.
Aku mengunci pintu rumahku, lalu menghampiri Toni dan Langit.
"Ini Teh" ujarnya sambil memberikan helm kepadaku.
Aku mengambilnya, lalu mengenakan helmnya.
Sebelum naik ke motor, aku menaikan resleting jaket Langit terlebih dahulu.
Aku tidak sadar, jika jarakku dengan Toni begitu dekat. Toni sempat menatapku, sebelum akhirnya dia memalingkan wajahnya. Mukanya menjadi memerah, aku rasa ia sedang tersipu malu. Namun, aku tidak ingin memikirkannya. Aku pun segera naik ke motornya Toni.