Saat aku sedang membersihkan rumah, Toni menghampiriku.
"Yu aku minta uang dong" ujar Toni.
"Berapa?"
"Satu juta"
"Satu juta? Buat apa?" tanyaku terkejut.
"Buat modal Yu"
"Modal apaan?"
"Ya buat usaha, biar kita cepet kaya Yu"
"Maksud kamu apa?"
"Udahlah, kamu ga perlu tahu" ujarnya ketus.
Aku mulai mencurigai sesuatu, jangan-jangan Toni akan melakukan hal yang aneh-aneh lagi.
"Mana uangnya?" tanyanya.
"Aku ga punya uang, kamu pikir keuntungan dari kita dagang dapet berapa? Jangan aneh-aneh deh"
"Kamu yang aneh Yu, suami mau usaha kok kamu ga dukung"
"Kamu yang lebih aneh, kondisi kita lagi kaya gini, kamu malah bertingkah yang nggak-nggak kaya gini"
"Kamu lancang ya sama suami, dasar pelit" ujar Toni sambil berjalan ke luar rumah.
"Kamu mau kemana?" tanyaku bingung.
"Kamu ga perlu tahu!" bentak Toni.
Toni meninggalkanku begitu saja. Ini bukan pertama kalinya dia meminta uang kepadaku. Sebelumnya jumlah uang yang ia minta tidak sebesar tadi, dan aku pun selalu memberinya uang, karena aku kira dia memang benar-benar akan menjalankan suatu usaha. Namun dugaanku salah, ternyata dia malah menggunakan uangku untuk judi. Aku tahu kondisi keuangan kami sedang sulit. Tapi, dengan berjudi bukanlah solusi yang baik.
Kini Toni pun mudah marah, walaupun ia tidak pernah sampai melukai fisikku, tapi kini ia sudah benar-benar berubah.
Ia bukan seperti Toni yang aku kenal dahulu.
***
Waktu terus berlalu, usahaku semakin lama semakin merosot, karena banyak dagangan yang tidak laku. Terpaksa, aku harus gulung tikar, dan rumah yang aku tinggali, harus kujual lagi.
Aku pindah ke rumah yang lumayan dekat dengan rumah Bapak, karena ada sebuah rumah yang sedang dijual murah, dan kebetulan Bapak kenal dengan pemilik rumah tersebut. Jarak rumahku dengan Bapak, bisa ditempuh selama 15 menit jika menggunakan angkot, dan aku hanya perlu menaiki angkot sekali saja, jika ingin ke rumah Bapak.
Sebenarnya Bapak sudah menyuruhku untuk tinggal bersamanya. Namun, aku tidak enak jika harus bergantung pada Bapak. Lagipula jika uang hasil penjualan rumah tidak langsung aku gunakan ke rumah lagi, aku takut uangku akan habis secara cuma-cuma.
Di tahun berikutnya, aku resmi menyandang status janda lagi, karena sebelumnya Toni pernah menghilang selama setahun, aku berjuang sendiri untuk menghidupi anak-anakku. Jadi untuk apa aku mempertahankan pria yang tidak memiliki tanggung jawab.
***
Kini aku hidup hanya bertiga dengan Langit dan juga Pelangi. Untuk menghidupi keluargaku, aku kembali membuka warung, dan kadang aku menyuci baju tetangga-tetanggaku. Hasilnya memang tidak besar, tapi uang ini sudah lumayan cukup untuk makan kami bertiga. Lagipula, aku tidak bisa bekerja di luar, karena kini Pelangi sudah memasuki jenjang taman kanak-kanak. Lalu Langit pun sudah masuk ke jenjang SMK, ia pasti akan sibuk dengan urusan sekolahnya. Jadi tidak mungkin, jika ia bisa mengasuh adiknya itu.
***