"Aku malu kalau ketemu sama wa Marni" ujarku pada Jaka.
"Kenapa malu?"
"Ya gitulah, susah dijelasinnya"
Jaka tertawa karena tingkahku.
"Tenang Yu, semuanya pasti bakal baik-baik aja kok, pasti lancar kok, bismillah" ujar Jaka menenangkan.
Setelah menghembuskan nafas berulang kali, akhirnya aku memberanikan diriku untuk masuk ke dalam rumah wa Marni.
"Asalamualaikum" ujarku.
"Walaikumsalam" ujar wa Marni dari dapur.
Tidak lama kemudian, wa Marni pun datang menghampiriku.
"*Eleuh, si geulis, sok mangga calik heula nya, uwa bade ngadamel cai heula" ujar wa Marni.
(*Aduh si cantik, silakan duduk dulu ya, uwa mau membuat air dulu).
"*Teu kedah ngarepotken wa" ujarku tidak enak.
(* Ga usah ngerepotin wa).
Tapi wa Marni tidak mendengarkanku, ia malah tetap membuatkan minuman untukku.
Aku sangat tegang, aku benar-benar takut. Respon seperti apakah yang akan ditunjukan wa Marni padaku. Perasaanku sungguh gelisah.
Sepertinya Jaka dapat melihat ekspresiku yang begitu gugup.
Ia mengelus lembut tangan kananku, lalu berbisik kepadaku.
"Tenang sayang, semuanya pasti bakal baik-baik aja. Kamu ga perlu takut, kan ada aku" ujar Jaka menenangkan.
Kata-kata Jaka itu memang mengandung magis. Perasaanku kini berubah menjadi lebih tenang.
Aku menggenggam tangan Jaka, dengan tangan kiriku, kemudian berbisik juga kepadanya.
"Makasih ya sayang" ujarku.
Jaka nampak begitu terkejut dengan ucapanku, dan aku pun begitu. Aku sangat malu, karena mengucapkan kata "sayang" kepada Jaka. Sebelumnya aku tidak pernah seperti ini.
Jaka perlahan menarik tanganku, dan mengecupnya singkat.
"Aku sayang kamu Yu" bisiknya.
Tiba-tiba wa Marni datang menghampiri kami. Aku dan Jaka sangat terkejut dengan kehadiran wa Marni. Sontak aku pun langsung menarik tanganku, dan Jaka terlihat sangat salah tingkah.
Tapi sepertinya wa Marni, tidak ngeh dengan hal yang telah dilakukan olehku dan Jaka.
"*Sok mangga di leeut" ujar wa Marni.
(*Silakan diminum).
"*Muhun wa, nuhun" ujarku.
(* Iya wa, terima kasih).
Wa Marni mulai mebuka topik pembicaraan diantara kami.
"*Ai barudak kamarana?" tanya wa Marni.
(*Anak-anak pada kemana?).
"*Aya wa, nuju sakola heula"
(Ada wa, sedang sekolah dulu).
"*Euh ke mah arajakan kadieu atuh" ujar wa Marni ramah.
(*Nanti ajak mereka ke sini ya).
"*Muhun wa, ke mah ku abdi di carandakan kadieu"
(*Iya wa, nanti saya bawa mereka ke sini).
"*Enya atuh" ujar wa Marni.
(*Iya).
Selang beberapa menit, tidak ada pembicaraan diantara kami. Suasananya pun terasa semakin menegang.
"Hmm Ma" panggil Jaka.
"*Aya naon kasep?" tanya wa Marni lembut.
(*Ada apa ganteng?).
Jaka melirik ke arahku dan juga memegang tanganku. Aku begitu kikuk karena salah tingkah. Aku malu sekali kepada wa Marni, aku ingin sekali melepaskan tangan Jaka itu, tapi dia malah menggenggam tanganku dengan begitu erat.
"*Jaka hoyong nikah jeung Teh Ayu Mah" ujar Jaka to the point.
(*Jaka ingin menikah dengan Teh Ayu, Ma).
Wa Marni terlihat sangat bingung dengan ucapan Jaka itu.
"*Tenang Ma, Abdi tos tataros ka ustadz da, saur ustaz ge teu nanaon. Sah sah wae ai abdi bade nikah jeung Teh Ayu. Da sebenerna mah sepupu teh sanes mahramna" jelas Jaka.
(*Tenang Ma, saya sudah menanyakan kepada seorang ustaz. Kata ustaz pun tidak apa-apa. Sah-sah saja jika saya mau menikaj dengan Teh Ayu. Sebenarnya, sepupu itu bukan mahramnya).