Waktu terus berlalu. Sudah berbulan-bulan, aku tidak pernah bertemu dengan Jaka. Kini Jaka bak ditelan oleh bumi.
Aku sudah berusaha untuk mencarinya, namun hasilnya nihil. Aku sudah berulang kali mencoba datang ke rumahnya. Namun rumahnya selalu saja kosong. Nomor Jaka pun kini tidak bisa dihubungi lagi. Sepertinya Jaka sudah mengganti nomornya, karena saat aku membeli nomor baru pun, nomor Jaka tetap tidak bisa dihubungi.
***
"Aa sama Neng, tunggu dulu di rumah sebentar ya. Mama mau ada perlu dulu" ujarku kepada Langit dan Pelangi.
Hari ini adalah hari sabtu. Jadi Pelangi dan Langit, sedang berada di rumah, karena mereka sedang libur sekolah.
"Iya Ma" jawab Pelangi.
"Ya udah Mama berangkat ya. Asalamualaikum"
"Walaikumsalam" jawab Pelangi dan Langit.
Hari ini aku berusaha untuk kembali mendatangi rumah Jaka. Aku sangat berharap, aku dapat bertemu dengan Jaka. Semoga, hari ini aku dapat bertemu dengannya.
Saat aku sedang berjalan untuk ke rumah Jaka, aku dapat melihat wa Marni hendak masuk ke dalam rumahnya sembari menenteng kantong belanjaan.
Aku segera memanggil wa Marni.
"Wa.." panggilku.
Wa Marni sungguh terkejut dengan kehadiranku, beliau langsung berlari masuk ke rumahnya.
Aku pun ikut berlari untuk menyusul wa Marni.
Tapi, wa Marni sudah masuk ke dalam rumahnya. Aku mengetuk pintu rumah wa Marni.
"*Wa.. Ieu Ayu wa.." ujarku.
(*Wa.. Ini Ayu wa..).
"Wa.. Buka atuh pintu na"
(*Wa.. Tolong buka pintunya).
Tapi tidak ada jawaban dari wa Marni.
Aku sangat berputus asa.
Aku mulai menangis, karena aku merasa jalanku sudah buntu.
"*Wa.. Tulungan abdi" ujarku sambil menangis.
(*Wa tolong bantu saya).
Tapi wa Marni tak kunjung membukakan pintu.
Akhirnya aku pasrah, dan memutuskan untuk pergi.
Saat aku hendak pergi, wa Marni membukakan pintu rumahnya.
"Alhamdulillah" ujarku.
Aku pun langsung memeluk wa Marni.
"*Nuhun wa" ujarku.
(*Terima kasih wa).
Wa Marni pun membawaku ke dalam rumahnya.
"*Sok calik heula" ujar wa Marni.
(*Silakan duduk dulu).
Aku pun duduk di kursi ruang tamunya itu.
Rumah wa Marni nampak sepi. Sepertinya Jaka sedang tidak ada di rumah.
Tidak lama kemudian, Marni pun datang menghampiriku, sembari membawakan secangkir teh untukku.
"*Nuhun wa" ujarku.
(*Terima kasih wa).
"*Uwa teh asa berdosa pisan ka Ayu teh" ujar wa Marni tiba-tiba.
(*Uwa merasa berdosa sekali kepada Ayu).
"*Eh, kunaon wa?" tanyaku kaget.
(*Eh, kenapa wa?).
"*Jadi, pas Jaka nganter Ayu uih teh, aya Dani ka dieu"
(*Jadi, pas Jaka mengantar Ayu pulang, ada Dani datang ke sini).
"Dani wa?" tanyaku kaget.
"*Muhun, nya kebetulan we sigana mah. Dasar si uwa nya, uwa teh kalahka ngobrol we sareng Dani teh, perkawis pernikahanna Jaka sareng Ayu. Da sugan teh moal nanaon.
Tos we, Dani teh uih. Terus Jaka teh uih we kadieu. Uwa ge nuju nonton we sareng Jaka teh. Tapi, ojol-ojol we bapakna Ayu teh kadieu. Si Bapak teh ojol-ojol ambek ka uwa sareng ka Jaka teh. Uwa teh reuwas pisan. Jadi we asma uwa teh kambuh, terus dibawa we ka rumah sakit" jelas wa Marni.
(*Iya, sepertinya kebetulan saja. Dasar uwa, uwa malah mengobrol dengan Dani, tentang pernikahannya Jaka dan Ayu. Uwa kira tidak akan apa-apa.
Sudah saja Dani pulang, terus Jaka pulang ke rumah. Tapi, tiba-tiba saja Bapaknya Ayu datang ke sini. Bapaknya Ayu, tiba-tiba marah ke uwa dan juga Jaka. Uwa sangat terkejut. Jadi, saja asma uwa kambuh, lalu harus dibawa ke rumah sakit).
Aku sungguh tidak enak kepada wa Marni.
"*Hapunten nya wa" ujarku merasa bersalah.
(*Maaf ya wa).
"*Teu sawios geulis" ujar wa Marni, sambil mengelus lembut kepalaku.
(*Tidak apa-apa cantik).
"*Ai Jaka na kamana wa?"
(*Kalau Jaka, ada dimana wa?).
"*Jaka teh ayeuna mah didamel di Subang. Tapi ke wengi ge uwih kadieu"
(*Jaka sekarang sudah bekerja di Subang. Tapi, nanti malam Jaka pulang ke sini).
"*Ayu tong kanyenyerian nya, punten pisan ieu mah. Sebenerna mah uwa ge teu tega, masihan terang ka Ayu teh, tapi da bade kumaha deui. Enjing teh, Jaka bade nikah Yu" ujar wa Marni lagi.
(*Ayu jangan sakit hati ya, maaf sekali. Sebenarnya uwa tidak tega, memberi tahu kepada Ayu, tapi ya mau bagaimana lagi. Besok, Jaka akan menikah Yu).
Aku sangat terkejut mendengar ucapan wa Marni itu. Semudah itukah Jaka melupakan aku?
Aku kembali menangis di pelukan wa Marni.
Sebenarnya aku tidak ingin percaya kepada wa Marni. Tapi, wa Marni sudah memperlihatkan undangan pernikahan Jaka, serta memperlihatkan wajah calon istri Jaka itu. Perasaanku terasa sangat hancur. Aku kira, aku masih memiliki kesempatan. Tapi ternyata kesempatanku itu telah sirna.
***
Sepulang dari rumah wa Marni, aku datang ke rumah Dani.
Rumah Dani cukup jauh dari rumahku. Dani tinggal di daerah Cimahi.
Tapi aku tidak mempedulikannya. Aku sangat ingin bertemu dengan Dani. Hari ini adalah hari libur, aku yakin Dani pasti sedang berada di rumahnya.
Begitu tiba di rumahnya, aku segera menghampiri Dani yang tengah menyuci motornya.
"Eh, Teh" sapa Dani.
Aku sangat emosi kepada Dani. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, aku langsung menampar pipi Dani.
"*Naon ieu teh?" tanya Dani bingung.
(*Apa-apaan ini?).