Hari ini (26 Mei 2012) hasil SNMPTN Undangan akan diumumkan. Hari yang sangat aku tunggu tapi juga ingin kuhindari. Hari dimana akan menjadi pintu masuk perjalanku untuk mewujudkan janji yang pernah kusampaikan kepada kakekku. Janji untuk mempersembahkan toga dan ijazah kelulusan dengan predikat Cumlaude untuknya. Meskipun kakekku sudah pergi ke surga tapi aku ingin memenuhi janjiku dulu agar kakek dapat tersenyum bangga dari surga-Nya. Pengumumna mulai bisa diakses nanti pukul 17.00 WIB. Di sampaikan sebelumnya untuk peserta yang lolos melalui SNMPT Undangan berjumlah 53.401 siswa dari lebih dari 230.000 pendaftar jadi aku harus mengalahkan 24 peserta lain agar bisa lolos melalui jalur ini. Sejak pagi hari aku sudah harap-harap cemas namun aku cukup punya rasa percaya diri bahwa aku bisa lolos. Hari ini waktu berjalan sangat lambat sekali. Aku memutuskan untuk tidur siang dulu sambil menunggu pengumuman. Pukul 14.45 WIB aku terbangun karena suara alarm yang terus berdering, segera ku beranjak dari tempat tidur dan menyalakan televisi untuk melihat perkembangan terbaru karena sering kali jadwal hasil pengumuman berubah jadawalnya. Pukul 17.00 WIB, aku melihat siaran berita di salah satu TV Nasional yang memberitakan bahwa hasil seleksi SNMPTN Undangan telah keluar. Seketika aku langsung lari ke kamar dan dengan tangan gemetar ku coba untuk login ke halaman website: www.snmptn.ac.id. Ini ada salah satu scene terdrama dalam hidupku dimana rasa takut, penuh harap, tangan gemetar, jantung dag-dig-dug seakan mau copot, keringat dingin, jari-jari tangan yang lemas mendadak bercampur menjadi satu. Ku ketikkan username dan password pada halaman login, sebelum sempat memencet tombol login ada notifikasi muncul di layar hp “1 pesan dari Yeye, 1 pesan dari Nurul, 1 pesan dari Putri, 1 pesan dari Rara”, seketika ku batalkan niat untuk login dan langsung beralih membaca pesan masuk dari teman-temanku. Mereka semua bertanya tentang hasil pengumamn hari ini. “Gimana hasil tes? Lolos nih aku di Kedokteran Hewan”, tulis Rara. “Udah cek hasil SNMPTN belum? Aku gak lolos T-T”, tulis Yeye. Terakhir pesan dari Nurul. “Lolos gak? Aku gagal Za, aku harus gimana ini?”, tulis Nurul. Aku tidak tahu harus merespon dan membalas apa kepada mereka. Aku hanya berdiri mematung seakan tidak percaya dengan pesan yang barusan aku baca. Seketika separuh duniaku seakan runtuh. Kegagalan itu mulai menampakkan wujudnya meskipun belum terlihat begitu jelas. Setelah beberapa saat berlalu, ku beranikan diri untuk mengecek kelolosan di website dan aku mendapati tulisan warna merah yang terpampang di layar HP ku yang bertuliskan “MOHON MAAF ANDA BELUM LOLOS, TETAP SEMANGAT”. Anehnya respon hatiku tidak seburuk yang aku perkiraan, seakan sudah siap menerima kabar buruk tersebut. Setelah melihat hasil tesnya segera aku kirim pesan balik ke teman-temanku bahwa aku juga bernasib sama seperti mereka. Hatiku sedikit lega karena bukan hanya aku saja yang gagal tetapi teman-temanku juga bernasib sama sepertiku. Bukan berarti aku bahagia di atas penderitaan orang lain hanya saja aku merasa tidak sendirian. Mungkin saja memang selama ini aku terlalu jumawa dan merasa lebih baik dibanding dengan orang lain, padahal banyak sekali orang-orang seumuran ku yang memiliki hasil akademik yang lebih bagus dari ku, doa yang lebih kuat dari kami dan prestasi lain yang mengikuti. Namun perasaan lega tersebut hanya berlangsung sesaat saja, tidak lebih dari 2 jam. Tepat pukul 19.30 salah satu temanku mengirim pesan padaku. Namanya Kiki, kebetulan waktu pendaftaran di perguruan tinggi kemarin kami berada di dalam warnet yang sama dan tanpa disengaja kami mengambil jurusan yang sama di universitas yang sama pula. Setelah hari pendaftaran tersebut kami sering berbincang dan merencanakan untuk daftar ulang bersama, membicarakan nanti akan seperti apa kehidupan di kampus, membicarakan profesi apa yang akan kita ambil setelah lulus kuliah nanti. Begitulah naskah cerita yang awalnya kita tulis, tapi ternyata semua itu seketika langsung memudar setelah aku membaca pesan yang dikirimkan Kiki malam itu. “Za, gimana hasil SNMPTN? Lolos kan?”, tulis Kiki. Aku menghela nafas panjang-panjang sebelum akhirnya membalas pesan dari Kiki. “Kagak Ki, kamu gimana hasilnya? Kita harus tetap semangat”, balasku singkat. Bukannya sok tahu tapi sepertinya sudah bisa ditebak hasilnya tidak berbeda dariku karena jika dilihat dari hasil perangkingan nilai secara paralel di sekolah, rata-rata nilaiku lebih baik dari Kiki jadi ku pikir Kiki pasti juga tidak lolos sepertiku. Tapi aku tetap bertanya balik dan memberikan semangat karena aku tahu rasanya, pasti Kiki juga kecewa dengan hasil yang ada. Meskipun hatiku hancur tapi sebagai teman aku harus tetap terlihat tegar. Begitulah pikirku ketika mengirimkan pesan balasan kepada Kiki. Kiki membalas dengan cepat sesaat menerima pesan balasanku. “Hah serius? Masa kamu gak lolos sih Aza? Aku lolos lho. Masuk di Fakultas Ekonomi dan Bisnis”, balas Kiki. Mataku langsung terbelalak membaca pesan dari Kiki, kakiku lemas, tanganku gemetar, duniaku seakan runtuh mendadak. Kepercayaan diriku 5 menit yang lalu tiba-tiba saja menguap bersamaan dengan air mata yang tiba-tiba saja mengalir tak mampu terbendung lagi. Bagaimana bisa Kiki bisa lolos seleksi sedangkan aku gagal. Aku merasa sisi egoisku tiba-tiba menguasaiku, bagaimana mungkin aku merasa sedih dengan berita bahagia dari temanku, bukankah seharusnya aku bahagia? Tapi anehnya hati kecilku tetap merasa kesedihan yang luar biasa. Aku mencoba untuk menguatkan hatiku, oh mungkin saja tadi hasil pengumumannya salah, bisa jadi harusnya aku juga lulus tapi ada kesalahan dari websitenya. Aku coba sekali lagi untuk melihat hasil pengumuman dengan harapan akan mendapatkan hasil yang berbeda tapi pada akhirnya aku harus menerima kenyataan yang ada, kenyataan bahwa aku harus menerima kegagalan, kenyataan bahwa aku kalah bersaing dengan teman dekatku. Dengan berat hati aku coba untuk membalas pesan Kiki meskipun sangat singkat. Tiba-tiba ibuku berjalan dari arah ruang tamu menuju ke dapur dengan wajah sedikit panik. “Mbak, kok ada bau gosong? Lah itu telurnya kok gak dibalik?”, suara ibuku setengah berteriak, lalu ibuku dengan cepat membalik telur yang tadinya ku goreng untuk lauk makan malam. “Oh iya, kelupaan tadi Bu. Telurnya buat Ibu saja ya, mbak udah kenyang”, jawabku singkat sembari membalik badan dan mengusap air mata yang tadi mengucur di wajahku, aku tak mau Ibu khawatir dan ikut sedih. Aku langsung berjalan ke kamar untuk menghindari pertanyaan Ibu selanjutnya. Ku kunci pintu kamar dan langsung ku putar lagu dengan nada yang keras agar tak ada satupun anggota keluarga yang mendengar kalau aku menangis. Malam itu adalah salah satu malam terberat di dalam hidupku, sepanjang malam aku hampir terbangun setiap 30 menit sekali. Dadaku terasa sesak, bayangan-bayangan buruk tentang kegagalan-kegagalan di masa depan mulai menghantui dan memenuhi isi kepalaku. Ku memaksa untuk memejamkan mata tetapi dadaku tambah bertambah sesak dan air mataku terus saja mengucur sampai kepalaku rasanya pusing sekali karena terlalu banyak air mata yang mengalir. Lama-lama mataku mulai terpejam kembali namun 30 menit kemudian seperti ada yang menghentak keras di jantungku yang membuatku terbangun, aku berharap bahwa semua yang kualami hanyalah sebuah mimpi buruk saja namun setelah menyadari semua adalah kenyataan air mataku mengalir kembali. Begitulah siklus yang kulalui sepanjang malam.
Pagi harinya, Ibu terdengar mengetuk pintu kamarku karena sampai jam 7 pagi aku tak kunjung keluar kamar padahal aku adalah anggota keluarga yang selalu rajin sarapan setiap jam 6 pagi. Tidak ingin membuat Ibu khawatir akhirnya ku putuskan untuk keluar kamar sekitar satu jam kemudian. Pagi itu rumahku dalam suasana yang sangat sepi karena kebetulan ada tetangga satu RT ku yang sedang mengadakan hajatan pernikahan jadi orangtua ku pergi ke sana untuk membantu persiapan menjelang pernikahan. Aku memutuskan untuk menonaktifkan HP sementara karena aku tidak mau bertambah sedih saat menerima pesan dari teman-temanku yang lolos seleksi SNMPTN Undangan. Terlebih lagi aku tidak mau mendengar pesan-pesan simpati dan kata-kata penyemangat dari mereka karena itu justru membuatku semakin terlihat menyedihkan. Ya aku tahu, mereka melakukan itu untuk menghiburku tapi terkadang kata-kata simpati justru membuat orang yang sedang bersedih tambah semakin meratapi kesedihannya. Aku berjalan ke ruang keluarga untuk menonton televisi dengan harapan dapat sedikit terhibur saat menonton acara komedi. Ku gerakkan remot untuk memindahkan channel satu ke channel yang lain untuk menemukan acara yang bisa menghibur. Ah kebetulan sekali ada tayangan ulang Opera Van Java, pasti bisa membuatku tertawa atau setidaknya sedikit melupakan kenyataan yang ada, pikirku dalam hati. Setelah berjalan 5 menit bukannya terhibur tapi justru membuatku semakin merasa sedih, adegan demi adegan yang tersaji justru terasa semakin memilukan, seakan-akan justru mereka sedang menertawakan diriku dengan bahagianya di balik layar kaca. Sepertinya otakku memang sedang tidak sehat. Ku putuskan untuk kembali ke kamar dan mengunci pintu dari dalam. Seharian aku hanya menangis, tertidur, lalu menangis lagi, sampai aku lupa untuk tidak makan maupun minum, tidak gosok gigi, tidak cuci muka, tidak mandi bahkan tidak ganti baju. Aku putuskan untuk meluapkan emosiku hari itu dan menyelesaikan di hari itu juga. Esoknya aku segera ke toko buku untuk membeli buku persiapan SNMPTN Tulis, jujur saja aku memang tidak mempersiapkan diri untuk tes SNMPTN Tulis karena aku terlalu percaya diri bahwa nilai ku dapat meloloskanku di SNMPTN Undagan. Mungkin ini adalah cara Tuhan untuk menegurku agar tak terlalu jumawa.
Berselang 2 minggu dari hari pengumuman aku harus siap untuk menghadapi tes SNMPTN Tulis. Aku mengambil tes di Kota Malang bersama teman-teman SMAku dan juga bersama pacarku. Aku lupa memperkenalkan pacarku, ya aku punya pacar namanya Putra. Dulu kami teman satu SD. Di lain waktu akan ku ceritakan lebih lanjut tentangnya. Saat itu kami menyewa mobil untuk pergi ke Malang, ada 4 teman perempuan, aku dan Putra. Pada awalnya aku tidak izin ke teman-temanku bahwa aku mengajak Putra. Aku hanya bilang untuk mengikutsertakan satu teman dari SMA lain. Pukul 07.00 WIB kami sudah berkumpul di tempat yang telah disepakati tapi sampai pukul 07.20 menit Putra tak kunjung muncul. Sudah ku sms, telfon berulang kali tetap tidak ada respon sama sekali. Aku tahu teman-temanku sudah mulai marah, semua terlihat jelas di mimik wajah mereka yang cemberut kaya kulit jeruk purut. Pada akhirnya Putra muncul setelah kami menunggu kurang lebih 45 menit. Dia datang dengan rambut acak-acakan dan basah. Hal itu sudah cukup menjelaskan semuanya, pasti dia bangun kesiangan. Teman-temanku saling lirik satu sama lain karena mereka kaget kalo teman yang ku maksud adalah Putra dan ini adalah pertama kalinya mereka bertemu secara langsung hahaha. Menyadari keadaan yang sangat tidak nyaman akhirnya ku putuskan untuk mengajak mereka langsung masuk mobil dan segera berangkat. Kami tidak saling bercakap-cakap sepanjang perjalanan karena keadaan yang canggung dengan keberadaan Putra diantara kami. Meskipun mulut mereka terdiam tapi nyatanya mereka berisik sekali mengirim pesan kepadaku. Astaga, aku mau pura-pura tidak membaca pesan mereka tapi nyatanya HPku ada di tangan, dengan malas ku balas pesan mereka satu per satu.
Isi Percakapan Dalam Grup
Nurul : Siapa? Imigran dari mana yang kamu selundupin?
Aku : Teman. Imigran dari kebun belakang rumah, karena kulihat sayang untuk ditinggal
jadi kubawa sekalian aja
Yeye : Oh jadi ini yang bikin kita kek patung pancoran, berdiri berjam-jam tanpa rasa bersalah.
Tahu gitu kemarin gak ku izinkan nambah satu orang lagi
Aku : Wkwkwkwk land. Jahat amat
Rara : Kenapa nyempilin ni anak sih?
Aku : Ya gimana, soalnya teman-teman dia gak ada yang tes di Malang. Kasihan, ntar aku
dikutuk jadi batu lagi karena jadi pacar durhaka
Titi : Anak sekolah sebelah? Kirain cewek ternyata, heleh