Azila

Nona Li
Chapter #7

7. Sentuhan Lembut Mas Nanda


Aku tersentak.

"Allahuakbar!"

"Puji Tuhan!"

"Syukurlah, detak jantungnya kembali."

Hela napas lega dari beberapa orang terdengar memenuhi ruangan.

Sus, beritahu suaminya, Ibu Azila sudah melewati masa kritis.

Baik, Dok.

Dok, suaminya belum pulang.

"Pasien terus memanggil nama suaminya. Periksa apa ada kontak suaminya, hubungi segera."

"Baik, Dok."

"Apa ada keluarga lain yang menunggu?"

"Tidak ada, pasien ini sendiri."

"Dok, suami Ibu Azila sedang menjenguk putri temannya yang juga dirawat di rumah sakit ini. Sebentar lagi dia ke sini."

"Beri dia pakaian seteril untuk menemui istrinya. Setelah itu, minta dia datang ke ruangan saya."

"Baik, Dok."

Hening.

Aku merasa gelisah juga senang—karena mereka memanggil Mas Nanda. Aku tidak tahu apa yang sekarang sedang terjadi. Mataku tidak bisa dibuka, tubuhku juga kaku tidak bisa bergerak.

Mas Nanda.

Kenapa di dalam mimpi, Mas Nanda menatapku dengan sorot benci yang muak. Dia ingin aku mati. Kenapa mimpi itu begitu jahat. Mimpi itu sangat melukai hatiku. Aku tidak sanggup ditatap seperti itu meski hanya di dalam mimpi.

Mataku terasa panas, begitu juga air mata yang meleleh melalui sudutnya. Aku mulai merasa ketakutan. Bagaimana kalau selama ini Mas Nanda memang membenciku. Bagaimana kalau nanti dia menatapku seperti di dalam mimpi. Jika itu terjadi, aku pasti hancur. Aku mulai dilanda kepanikan. Membuat air mataku terus meluncur jatuh.

Usapan lembut di ujung mata membuatku terhenyak.

Mas Nanda!

Aku menjerit di dalam hati.

Meski tidak bisa membuka mata, aku tahu itu Mas Nanda. Aku bisa mencium samar aroma lavender dari tubuhnya. Jantungku mulai berdetak cepat.

Saat ini, aku bersyukur tidak bisa membuka mata. Aku tidak siap mendapat tatapan dari Mas Nanda. Aku takut. Namun, di sisi lain, aku juga ingin menatap mata Mas Nanda. Memastikan tidak ada kebencian di sana. Mas Nanda memang tidak mencintaiku, tetapi dia tidak membenciku.

Di tengah pikiran yang kacau balau, jantungku kembali terhenyak. Bibir lembut Mas Nanda tiba-tiba menyentuh bibirku. Asin. Dalam posisi tidur telentang, wajahku menghadap ke atas. Air mata yang menetes dari kedua mataku akan meluncur ke samping—melalui sudut mata. Lalu dari mana datangnya rasa asin? Apa mungkin Mas Nanda menangis. Aku ingin berpikir begitu, tetapi terlalu mustahil. Mas bukan tipe laki-laki yang suka menangis.

Lihat selengkapnya