Azula

NuBy
Chapter #2

2 - Tanggung Jawab (Part 1)

“Ck! bener kan, dasar cowok buaya!” Azula mengomel sendiri mengomentari sinetron yang dia tonton sore itu sambil ngemil biskuit almond kesukaannya. Gadis itu duduk di lantai dengan posisi nyaman, menghadap meja yang penuh dengan camilan dan semangkuk es krim stroberi. Sudah menjadi kebiasaan Azula setiap sore setelah mengerjakan tugas dan belajar setelah pulang sekolah, Azula akan memonopoli ruang tv dan mengeluarkan segala jenis camilannya di sana.

Sebenarnya Azula tidak suka sinetron, tapi setiap mengganti channel tv yang paling sering muncul adalah sinetron dan entah kenapa Azula malah menontonnya. Tak lupa sambil berkomentar jengkel karena jalan cerita sinetron yang kadang mudah ditebak, cara berkomentarnya persis seperti emak-emak yang emosional sendiri saat nonton sinetron.

Afkar, kakak Azula menggelengkan kepala melihat tingkah adik perempuan satu-satunya itu. Walaupun sudah menjadi pemandangan sehari-hari, Afkar tetap tidak bisa tidak merasa heran dengan kebiasaan Azula itu. Adiknya itu susah ditebak, walaupun mempunyai wajah tajam dan aura girl crush yang diturunkan dari sang bunda, yang membuat siapapun yang melihat Azula pasti akan berpikir kalau Azula itu gadis tomboi yang judes. Didukung dengan kebiasannya yang suka bermain basket bersama anak-anak cowok, tatapan tajamnya ketika memandang lawan bicaranya, tenaganya yang luar biasa, cara duduknya yang kadang seperti laki-laki, sifat beraninya, tapi dibalik itu semua Azula mempunyai banyak sisi feminim seperti kebanyakan gadis pada umumnya. Azula jago masak, punya bakat menyulam, suka nangis kalau terlalu menghayati sinetron atau drakor yang ditontonnya.

Dan ketakutan terbesar Azula yang membuatnya terlihat begitu lemah, fobianya yang semakin hari semakin memburuk. Afkar selalu tidak tega saat melihat adik perempuannya itu kehabisan nafas dengan wajah ketakutannya setiap kali mencoba membuka pintu. Sudah berbagai cara dilakukan kedua orang tuanya untuk menyembuhkan Azula, tapi sampai saat ini belum ada yang berhasil. Trauma dari masa lalu Azula sudah terlalu membekas di hati dan pikirannya. Hal itu membuat Afkar ingin selalu melindungi Azula, bahkan harus Afkar akui kadang dia berlebihan, tapi Afkar tidak peduli selama itu bisa membuat adiknya aman.

“Zula, nggak bosen apa nonton sinetron terus?” tanya Afkar lalu duduk di sofa ruang tv bergabung bersama Azula.

Azula mendongkak menatap kakaknya sekilas lalu mengalihkan pandangannya kembali ke layar tv, “Lebih bosen kalau enggak nonton.” Jawab Azula lalu menunjuk layar tv, “Kak, yang cewek itu bukannya mirip mantan cewek Kakak?”

Afkar mengerutkan dahinya lalu menatap layar tv, “Mana?” tanya Afkar penasaran.

“Itu yang pakai baju cokelat, yang lagi nangis.” Jawab Azula.

Mata Afkar membulat melihat pemeran wanita yang maksud adiknya itu memang sangat mirip dengan Fara, mantan pacarnya. Afkar jadi tertarik, dia membenarkan posisi duduknya lebih menghadap layar tv dan fokus menonton.

“Kok iya mirip!” seru Afkar heboh.

“Apa Azula bilang.” Sahut Azula bangga entah untuk apa.

“Kenapa dia nangis?” tanya Afkar yang belum tahu jalan cerita sinetron yang ditontonnya.

“Cowoknya selingkuh sama sahabatnya sendiri.” Jawab Azula sambil membuka bungkus snack keripik kentangnya, dia melirik kakaknya yang sepertinya mulai tenggelam menonton sinetron. Azula jadi tersenyum geli, sepertinya bakal seru kalau nonton berdua.

“Kok kebalik!” Afkar tiba-tiba protes tidak terima.

“Iya kebalik, kan kakak yang diselingkuhin.” Goda Azula membuat kakaknya itu melotot padanya karena telah menyinggung masa lalunya, lalu melempar bantal sofa ke wajah Azula.

Azula tertawa puas telah berhasil menggoda kakak laki-lakinya itu. Azula suka sekali menjahili Afkar sampai kakaknya yang bar-bar itu jadi lebih bar-bar kalau sedang kesal karena dikerjai Azula.

Beberapa detik kemudian ponsel Azula berdering tanda ada panggilan masuk. “Siapa sih ganggu aja!” cibir Azula sambil meraih ponselnya yang berada di atas sofa.

“Jangan gitu, siapa tahu Bunda atau Ayah yang telepon.” Komentar Afkar.

Azula mengernyit melihat layar ponselnya yang menampilkan nomor tak dikenal yang menelponnya. Dia menunjukkan layar ponselnya pada Afkar, “Bukan Bunda, bukan Ayah.”

“Angkat aja.” Sahut Afkar.

Tanpa bertanya lagi Azula langsung mengangkat telepon. “Halo?”

“Ini Azula Adelaide dari kelas 2-7 yang kurang ajar ngebiarin aku terkunci di ruang OSIS tadi kan?” terdengar suara yang familiar, membuat Azula membelalak kaget.

“Tahu nomerku dari mana hah?” tanya Azula yang mulai tersulut kekesalannya hanya dengan mendengar suara Runa. Afkar yang mendengar adikya berbicara dengan nada kesal langsung menoleh dan memperhatikan Azula karena penasaran.

“Itu enggak penting, yang penting sekarang adalah balikin flashdisk-ku. Aku tunggu di rumah, nanti aku kasih alamatnya.” Jawab Runa.

Azula langsung terdiam, baru ingat kalau tadi karena saking emosinya dia lupa mengembalikan flashdisk Runa. Azula berdecak malas, kenapa tadi siang tidak diletakkannya saja flashdisk itu di depan ruang OSIS. Dengan begitu dia tidak perlu berurusan dengan ketua OSIS menyebalkan itu lagi. Azula sudah akan membuka mulut untuk protes pada Runa ketika dia tiba-tiba teringat sesuatu.

Bukankah tadi siang waktu sampai di rumah, Azula langsung mencuci seragamnya? Dan flashdisk Runa ada di..... wajah Azula langsung memucat begitu saja. Azula langsung bangkit dari duduknya. Karena tidak memperhatikan sekeliling , paha Azula menabrak bawahan meja dengan cukup keras. Gadis itu merintih kesakitan sambil mengusap-usap pahanya yang nyeri luar biasa.

“Astaga Zulaaa, hati-hati dong!” seru Afkar yang kaget sekaligus khawatir pada Azula yang sedang menahan sakit.

Lihat selengkapnya