Sejak menceritakan penyebab fobianya pada Runa, Azula selalu kepikiran satu hal. Apa tidak apa-apa menjalani hidupnya seperti ini terus? Sebelumnya Azula tidak pernah memikirkannya, selama ini dia membiarkan dirinya menjalani hidup dengan penuh ketakutan dan berharap suatu saat ketakutannya hilang begitu saja. Tapi sekarang rasanya hal itu tidak mungkin terjadi kalau Azula tidak ingin berubah. Azula meletakkan kepalanya di atas meja lalu mendesah pelan, lalu bagaimana caranya berdamai dengan masa lalu seperti yang dibilang Runa?
“Hei hei,” sesorang menoel-noel bahu Azula.
Dengan malas Azula mengangkat kepalanya, semalam dia tidak tidur karena mimpi buruk, di saat ingin tidur begini kenapa ada saja sih yang mengganggunya? Azula agak terkejut melihat Runa sudah ada di hadapannya dengan mengenakan atribut pengawas POS di lengan kanannya. Beberapa teman sekelasnya yang kebetulan masih berada di kelas langsung asik berbisik-bisik sambil memperhatikan Azula dan Runa.
“Mau apa ke sini?” tanya Azula heran. Ini sudah waktunya istirahat jadi tidak mungkin Runa sedang operasi dadakan. Biasa, kalau sedang POS seperti ini banyak yang bolos di kelas dan tidur, maka biasanya pengurus OSIS akan berkeliling kelas untuk mencari murid yang bolos.
“Ikut aku sebentar.” Jawab Runa lalu tanpa permisi menarik tangan kiri Azula sehingga mau tidak mau Azula beranjak dari duduknya dan mengikuti Runa. Setelah keluar dari kelas Azula masih bisa mendengar pekikakan anak-anak cewek di kelasnya.
“Aww mereka berdua manis sekali!”
Azula langsung menarik tangannya dari genggaman Runa. “Kamu bikin gosipnya tambah parah.” Ucap Azula khawatir. Memang dia tidak terlalu peduli dengan gosip yang sedang gempar-gemparnya dibicarakan hampir semua murid di SDHS tentang hubungan spesialnya dengan Runa. Tapi Azula mengkhawatirkan Runa yang lebih terkena dampaknya karena gosip ini. Azula bahkan mendengar kalau Runa beberapa hari lalu dipanggil Pak Haris dan mendapat peringatan karena masalah ini.
“Azula, apa kamu berpikir kita punya hubungan spesial?” Runa bertanya dengan santai.
“Tentu saja tidak.” Jawab Azula cepat.
“Nah, kalau begitu kenapa kamu khawatir? Peraturannya ditulis ‘tidak boleh menjalin hubungan spesial’ sedangkan kita tidak ada hubungan spesial.”
“Itu kan menurut kit-“
“Kamu terlalu banyak mikir seperti biasa,” potong Runa. “Ayo cepat, kita tidak punya banyak waktu.” Lanjutnya lalu kembali berjalan.
Dengan terpaksa Azula mengikuti Runa. Kalau dipikir-pikir sudah berapa kali Azula berjalan mengikuti Runa seperti ini? Azula merasa kalau dia sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Runa dan segala tingkahnya yang tak terduga.
“Kita mulai latihannya di sini.” Kata Runa tiba-tiba.
“Hah?” Azula tidak tahu maksud Runa dengan latihan dan kenapa pemuda itu membawanya ke depan rumah kaca.
“Aku akan membantumu mengatasi rasa takutmu membuka pintu.” Kata Runa bersemangat. Pemuda itu tidak bisa diam saja setelah mengetahui penyebab fobia Azula. Pasti ada cara untuk menghilangkan trauma Azula.
Azula menaikkan alisnya mendengar perkataan Runa. “Bagaimana caranya?”
Runa masuk ke dalam rumah kaca lalu menutup pintunya. “Kalau pintunya terbuat dari kaca kamu bisa melihat apa yang ada di dalamnya, jadi kamu tidak perlu takut. Coba pelan-pelan kamu buka pintunya.”
“Tapi aku juga tidak bisa membuka pintu kaca.” Sahut Azula, dia pernah mencoba membuka pintu kaca di mini market dan Azula tetap ketakutan.
“Cobalah pelan-pelan, tenang saja ada aku di sini.” Ucap Runa mencoba menyemangati Azula.
Dengan ragu-ragu Azula berjalan mendekati pintu rumah kaca. Gadis itu menatap Runa sejenak, Runa menganggukkan kepalanya. Dengan bergetar tangan Azula terangkat untuk memegang gagang pintu. Seluruh tubuh Azula merinding ketika berhasil memegang gagang pintu yang terasa dingin itu.
“Bagus Azula! Sekarang buka pelan-pelan,” seru Runa terus menyemangati Azula.
Keringat dingin mulai membanjiri dahi Azula, gadis itu memejamkan matanya saat dia berhasil sedikit mendorong pintu kaca itu. Tapi sedetik kemudian Azula memekik ketakutan lalu berpaling dari pintu. Runa langsung keluar dan menghampiri Azula.
“Kamu baik-baik saja? Maaf, apa aku terlalu memaksamu?” tanya Runa cemas melihat Azula gemetaran dengan wajah pucat pasi.
“Tidak apa-apa, aku baik-baik saja.” Jawab Azula sambil menghapus air matanya, “aku mau coba lagi, sebenarnya tadi adalah rekor terlamaku memegang gagang pintu!” lanjutnya bersemangat meski masih gemetar.