“Dia udah aku anggap sebagai adikku sendiri dan selamanya akan seperti itu.”
Waktu itu Emily sudah sampai di depan kamar Dirga, dia ingin sedikit membahas persiapan acara penutupan POS yang sudah dekat, Emily tidak menyangka kalau Runa juga sedang ada di dalam kamar Dirga. Niatnya untuk mengetuk pintu kamar Dirga langsung Emily batalkan saat dia mendengar namanya disebut, selanjutnya Emily tidak menyangka akan mendengar pertanyaan Runa itu. Emily merasa sudah ditolak bahkan sebelum dia mengatakan perasaannya pada Runa. Adik, huh? Emily tersenyum pahit kalau mengingat kata-kata Runa itu. Apa menjadi seorang adik semenyedihkan dan sesakit ini?
Sejak hari itu Emily selalu kesal setiap Runa langsung keluar ruang OSIS saat jam istirahat POS atau saat Runa berlatih bernyanyi bersama Azula setelah jam pulang sekolah. Karena penasaran, Emily mengikuti Runa. Dugaan Emily benar saat melihat Runa dan Azula bertemu di depan rumah kaca. Emily heran kenapa Runa senekat ini, bagaimana kalau Pak Haris melihatnya berduaan dengan Azula? Emily mengawasi Runa dan Azula yang entah sedang mengobrolkan apa. Tidak tahan lagi melihat Runa dan Azula lebih lama, Emily menghampiri mereka berdua.
“Runa, ngapain kamu di sini?” Emily memotong Azula yang sedang berbicara kepada Runa.
Azula dan Runa agak kaget dengan kemunculan Emily yang tiba-tiba.
“Aku yang seharusnya nanya kenapa kamu ke sini?” Runa balik bertanya dengan heran.
Emily memutar bola matanya kesal, “Ada rapat mendadak, cepet ke ruang OSIS sekarang juga!”
“Yang benar?” sahut Runa lalu mau tidak mau minta maaf pada Azula karena harus pergi sekarang.
Azula mengangguk, dia memaklumi kegiatan OSIS kan memang banyak, sedikit-sedikit rapat seperti orang kerja kantoran. Sementara Emily menyembunyikan senyum puasnya karena berhasil membuat Azula tampak kecewa karena Runa pergi. Sejak saat itu Emily sengaja mengatur jadwal rapat dan pekerjaan OSIS di jam istirahat. Beberapa kali Emily juga sengaja membuat Runa sibuk jadi dia tidak bisa latihan bersama anak band dan Azula. Hal ini terus berlanjut sampai kegiatan anak band sekolah jadi kacau karena Runa sering bolos latihan karena sibuk.
Alin sampai beberapa kali mendatangi Runa dan protes padanya untuk sedikit meluangkan waktu agar bisa latihan karena penutupan POS sudah dekat. Runa hanya bisa meminta maaf dan bilang dia akan tetap berlatih sendiri, dia tidak bisa meninggalkan kewajibannya sebagai ketua OSIS. Sementara Azula, dia agak kesal karena orang yang melibatkan dirinya di acara ini malah sibuk dengan urusannya sendiri. Kalau memang Runa akhirnya tidak bisa tampil karena sibuk dengan urusan OSISnya lalu untuk apa latihannya selama ini? Buang-buang tenaga, bikin capek saja!
Tapi ada hal yang lebih mengganggu Azula, dia jadi tidak bisa berlatih mengatasi fobianya lagi dengan Runa. Padahal untuk pertama kalinya bagi Azula sejak dia mulai fobia dengan membuka pintu, dia merasa ada kemajuan. Dulu Azula tidak sanggup memegang gagang pintu, tapi sekarang dengan mudah Azula memegangnya tanpa merasa takut. Ya walaupun Azula masih takut setengah mati saat akan membuka pintu, tapi bagi Azula kemajuan ini sangat berarti untuknya. Jadi harus Azula akui kalau dia merasa kecewa akhir-akhir ini Runa selalu sibuk. Memang bisa saja Azula meminta Alin untuk melakukan seperti Runa, tapi Azula tidak mau menambah repot sahabatnya itu yang tiap hari juga sibuk latihan.
Sampai suatu hari Azula dan personil band sekolah dipanggil ke ruang pembina OSIS. Azula tidak tahu apa yang terjadi sampai dia dan personil band sekolah dipanggil Pak Haris. Ketika Azula masuk ke ruang pembina OSIS, dia terkejut melihat Runa ternyata juga ada di sana sedang duduk berhadapan dengan Pak Haris. Dengan agak ragu Azula duduk di sebelah Runa diikuti Alin dan personil band lain.
“Kalian tahu kenapa kalian saya panggil ke sini?” tanya Pak Haris memecah keheningan.
Semuanya menggeleng sambil menatap Pak Haris takut-takut.