“Kenapa kamu sampai mengundurkan diri dari OSIS sih?” tanya Azula saat Runa baru saja datang dan menyodorkannya semangkuk es krim padanya, padahal pemuda itu belum sempat duduk.
“Jangan buru-buru gitu dong La, biarin aku bernafas dulu.” Sahut Runa lalu dengan santai menyendokkan sesuap es krim ke mulutnya.
Azula diam sambil terus mengamati Runa, aneh rasanya tiba-tiba Runa mengundurkan diri dari OSIS hanya karena dia tidak mau menjaga jarak dengannya seperti yang dikatakan Pak Haris dan ingin tetap bernyanyi bersamanya di acara penutupan POS. Gadis bermata tajam itu curiga, pasti Runya punya alasan lain yang lebih masuk akal daripada dua alasan tadi.
“Kita ke sini bukan hanya untuk makan es krim kan?” sindir Azula akhirnya karena Runa malah fokus makan es krim dari tadi.
“Sorry, aku butuh yang manis-manis setelah ketegangan tadi.” Jawab Runa sambil nyengir.
Azula mengehela nafas, dia menusuk-nusuk es krim cokelatnya yang mulai meleleh dengan sendok. Azula sama sekali tidak nafsu makan es krim sekarang. Mata Azula beralih menatap cafetaria yang lumayan sepi. Cafetaria yang terletak di samping gedung olahraga ini jarang sekali sepi, kalau bukan karena POS sedang berlangsung sekarang mungkin tempat ini akan penuh. Azula semakin merasa aneh, dia duduk berdua di cafetaria bersama ketua OSIS, oh bukan, mantan ketua OSIS saat POS sedang berlangsung. He? Apa-apaan ini?
“Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya aku ingin mengundurkan diri dari OSIS.” Celetuk Runa tiba-tiba, membuat Azula mengalihkan pandangannya kembali pada Runa. “Sebelumnya aku pernah mengundurkan diri dua kali tapi selalu berhasil Pak Haris cegah, waktu itu aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan setelah keluar dari OSIS, akhirnya aku mengurungkan niatku unuk mengundurkan diri. Tapi, sekarang aku tahu apa yang aku inginkan.” Lanjutnya lalu tersenyum pada Azula.
“Untuk lebih menikmati masa SMA?” tebak Azula mengingat perkataan Runa pada Pak Haris tadi.
Runa tertawa lalu mengacungkan kedua jempolnya. “Benar sekali!”
“Tapi apa alasanmu sebenarnya keluar dari OSIS? Tunggu! Jangan berikan jawaban yang sama dengan yang kamu berikan ke Pak Haris.” Tuntut Azula.
Runa membasahi bibir bawahnya lalu menatap Azula, “Aku merasa sudah enggak ada gunanya lagi aku berada di OSIS.”
“Kenapa?” tanya Azula penasaran tanpa sadar lebih mencondongkan tubuhnya.
Runa tersenyum lemah, dia mengalihkan pandangan matanya dari Azula. “Karena tujuanku menjadi ketua OSIS adalah agar ibuku lebih melihatku. Tapi setelah berhasil menjadi ketua OSIS sampai sekarang, ibu sama sekali tidak tertarik. Setiap aku telpon ibu, yang beliau tanyakan adalah apa uangku masih cukup? Beliau tidak begitu menanggapi ceritaku selama menjadi ketua OSIS. Bahkan beliau juga tidak tertarik dengan nilai-nilai pelajaranku yang sempurna. Begitulah, tujuanku tidak tercapai jadi tidak ada alasan lagi bagiku untuk bertahan di OSIS.”