Azula terbangun dari tidurnya dengan nafas terenggah-enggah, tubuhnya basah karena keringat dingin. Afkar yang menungguinya langsung menghampiri Azula dan memeluk adiknya itu. Ruangan bercat putih itu tampak asing bagi Azula, tapi begitu mencium bau obat, Azula menyadari kalau dirinya sedang ada di rumah sakit. Lalu tiba-tiba Azula teringat sesuatu.
“Kakak, di mana Runa?” tanya Azula mulai panik mencari-cari Runa.
“Dia sudah pulang. Besok dia akan kembali ke sini.” Jawab Afkar berusaha menenangkan Azula. Afkar sudah tahu semuanya yang terjadi, Runa sudah menceritakan semuanya padanya. Afkar tidak menyangka kalau Runa ternyata memiliki luka yang sama dengan adiknya. Afkar di hari itu juga melihat Luna, jujur saja sejak saat itu dia jadi takut kalau Azula melakukan hal yang sama, tapi setelah mendengar cerita Runa, dugaannya selama ini salah.
“Tidak, aku harus menemuinya sekarang,” kata Azula berusaha turun dari ranjangnya tapi ditahan Afkar.
“Kamu masih lemah Azula, besok saja!”
“Aku sudah enggak apa-apa Kak! Azula mau ketemu Runa sekarang!” bantah Azula mulai menangis sambil berusaha menyingkirkan tangan kakaknya yang menahannya.
Tenaga Azula yang biasanya sangat kuat dan bisa mendorong kakaknya dengan mudah itu kini Afkar merasakan dorongan tangan Azula sangat lemah. Afkar tidak tega melihat adiknya seperti ini, tanpa sadar Afkar ikut mengalirkan air mata.
Tiba-tiba terdengar pintu kamar diketuk lalu terbuka, Runa muncul dari balik pintu, membuat Azula berhenti meronta. Afkar yang melihat Runa langsung melepaskan tangannya yang menahan Azula, membiarkan adiknya itu langsung melompat turun dari ranjang lalu berlari ke arah Runa dan memeluknya.
Afkar beranjak keluar dari kamar untuk memberi waktu adiknya dan Runa, saat dia melewati Runa, Afkar menepuk bahu Runa, keduanya bertatapan dan Afkar mangangguk.
Runa balas memeluk Azula, menepuk-nepuk punggung gadis itu pelan, membiarkan Azula menumpahkan kesedihannya. Runa sudah tidak bisa menangis lagi, hatinya sudah terlalu banyak memiliki luka sehingga mati rasa. Sekarang Runa semakin paham kenapa Azula begitu takut membuka pintu.
“Luna itu saudara kandungmu?” tanya Azula dengan suara pelan saat dia sudah berhenti menangis, cukup lama Azula menangis dengan posisi memeluk Runa sampai akhirnya dia lelah dan Runa menuntunnya kembali ke ranjangnya. Kini mereka duduk behadapan, Azula duduk di ranjang sementara Runa duduk di kursi.
Runa mengangguk, “Sebenarnya kami saudara kembar, tapi tidak identik.”
Azula terkejut mendengarnya, hari ini dia mengetahui banyak hal yang selama ini tidak diketahuinya. Dulu ketika Luna baru saja pindah dan berkenalan dengannya, dia pernah bilang kalau dia mempunyai kakak laki-laki, tapi Luna tidak menyebutkan kalau dia dan kakak laki-lakinya adalah saudara kembar.