B!

Katarina Retno Triwidayati
Chapter #11

Lelaki Ganjil Itu Mat Jambronk

Tatapan tajam mata Yekti masih membayang di langit-langit kamar. Perempuan itu seperti punya daya hisap misterius yang amat besar. Kalau kuceritakan padamu, matanya bisa menyedot habis selubung jiwamu, melucuti rasa percaya dirimu dan menggantikannya dengan segepok pertanyaan. Ah, tapi sudahlah. Yekti terlalu genit untuk kusebut cerdas.

Memikirkan tato kalajengking miliknya saja membuatku terjaga. Apalagi kemiripannya dengan tato punya Broto, yang bagiku tampak kekanak-kanakan, berhasil membuatku tertawa geli. Aku memiringkan badan, berbaring di kasur tipisku sambil tersenyum-senyum ganjil mengingat-ingat hubungan mereka.

Kasihan sekali nasib orang-orang tidak jelas seperti Broto dan Yekti. Mereka hanya saling mengisi kekosongan satu sama lain, sesuatu yang mustahil tercapai. Kekosongan itu takkan pernah benar-benar terisi penuh. Mereka hanya mengulur nasib. Menghibur diri. Mereka seperti anak-anak yang bermain ayunan di taman: tinggal menunggu waktu mereka akan jatuh dan terluka.

Tanganku kini menyangga bantal kapuk bersarung kain hijau yang kebak bercak ini, berniat meninggikan posisi kepala dan pipi agar lebih nyaman. Kutatap dinding kamar sempitku. Ada poster penyanyi dangdut perempuan yang sudah lama raib dari televisi dan berita. Di sampingnya ada gambar tempelan dari sosok selebriti lain: para wanita Warkop DKI. Danu yang pernah memberikannya padaku. 

“Beh, ini .…” Tangannya menjulur, menyodorkan gulungan kertas seraya nyengir. Mata Danu melirik penuh arti dan alisnya terangkat-angkat. 

“Ngasih apa lu?” tanyaku menyelidik.

“Udah, buka aja, Beh. Pasti suka dah.” Wajah Danu tampak yakin.

Kuambil gulungan itu. Kubuka dan kulihat. Mungkin mukaku tampak datar saja saat kutatap lagi Danu yang segera tampak surut antusiasme di wajahnya. 

“Babeh nggak suka, ya?” Nadanya terdengar murung. Wajah Danu menjadi lesu. 

Dan di kamar inilah gulungan itu berakhir. Wajah artis perempuan Warkop DKI itu tampak menggairahkan memang. Matanya kelam, hidungnya pas. Rambutnya di poster itu tampak sehat, hitam tebal dan panjang sedikit bergelombang. Tubuhnya tentu saja membuat para lelaki gampangan takluk.

Apalagi di poster yang sedang kutatap ini posenya begitu memukau: pakaiannya singlet putih ketat, celana pendek, teramat pendek sehingga pahanya memakan porsi ruang, juga belahan dadanya yang berisi itu menyembul, dan satu tangannya terangkat ke belakang kepala memegang rambut. Ketiaknya mulus bersih. Bibirnya setengah terbuka dengan tatapan manja.

Kaum pria yang kepenuhan hormon dan sedang berahi mungkin akan tertarik untuk meremet-remet burung mereka sambil menatap poster ini. Namun tidak denganku. Seluruh isi keindahan yang ditawarkan poster artis itu, bagiku, sangatlah biasa. Aku bukan lelaki gampangan. Sama seperti Mat Jambronk. 

Ah, bagaimana kabar manusia satu itu? Putusan sidangnya kemarin kontan menghabisi segala nasibnya. Mungkin Mat Jambronk di sana sedang menunduk. Mungkin juga tidak. Pria dengan seringai khas dan kaki yang menyeret saat berjalan itu tak cukup cerdas untuk mengutuki kondisi dirinya. Bisa saja saat ini ia sedang cengar-cengir dengan para tahanan lain, dan mereka dibuat kikuk oleh tingkah laku ganjilnya.

Lihat selengkapnya