Balia POV
Binar adalah cahaya. Cahaya paling bersinar yang selalu menerangi hati gue perihal agama. Walaupun gue sering liat dia insecure sama dirinya sendiri, walaupun gue tahu di dunia ini nggak ada yang sempurna, walaupun gue tahu setiap manusia ada kurangnya, bagi gue, Binar paling sempurna karena agama yang dia punya.
Gue paling tau Binar lebih dari dirinya sendiri. Hal yang selalu gue ajarin ke dia adalah untuk selalu bicara apa yang dia rasa.
Binar selalu memendam semuanya sendiri, dia merasa dia kuat, dia merasa dia baik-baik aja padahal ada luka yang harus dibebat dengan cara bersua, mungkin aja dengan bersua seseorang bisa lega dan menerima solusi, tapi Binar beda, Binar emang paling beda.
Selama beberapa tahun juga Binar selalu jadi alarm gue perihal sesuatu untuk mengingatkan yang baik baik.
“Baliaaaa! Masuk rumah ucap salam!”
“Baliaa! Makannya duduk, ih!”
“Baliaaa! Makannya pake tangan kanan, astaghfirulah!”
Dan masih banyak peringatan peringatan yang kadang ngebosenin, tapi bodohnya gue selalu ngulangin kesalahan yang sama.
Beberapa hari ini juga gue denger kalimat baru dari Binar.
“Bisa nggak sih, sehariii aja Lo nggak usah buat gue kesel! DAN BERHENTI JADI ORANG PALING PD!”
Dengan tegas gue jawab dong. “Tujuan hidup gue kan bikin Lo kesel, Nar.”