Balia sedang menyisir rambutnya didepan kaca, menyemprotkan minyak wangi ke tubuhnya, orang itu terlihat tampan sekali walau hanya mengenakan kaos hitam. Hidungnya yang mancung, rahangnya yang tegas, tubuh tinggi tegapnya, juga mata indah yang menambah kesan sempurna ketika orang melihatnya.
“Abang…” Sagita membuka pintu kamarnya. “Lets go kita pergi.” Balia menggandeng tangan kecil adik perempuannya itu untuk berjalan keluar. “Sagita dengerin abang, kamu jalan duluan sama Abang Dean sama Arsen, nanti aku sama Kak Binar nyusul, oke?” orang yang ditanya mengangguk pelan dan langsung berjalan keluar. Sementara Balia berjalan menuju garasi untuk mengambil motor dan helmnya.
Tak lama Binar datang, Balia langsung memberikan helm yang ia pegang pada Binar. “Lo kayak orang mau pulang kampung tau nggak sih, Bal. Pake masker, helm, sarung tangan. Tempatnya yang di depan toko kue itu, kan?”
Balia membuka maskernya, memutar bola matanya malas. “Kalo tempatnya di sana gue jalan kaki, Nar. Ngapain juga gue ngajak Lo? Kenapa juga paketnya nyasar ke sana-sana? Si Mami kadang-kadang nyusahin orang.” Refleks Balia langsung menutup mulutnya, bisa-bisa ia diceramahi oleh Binar lagi.
“Kenapa harus pake motor yang ini sih, emang nggak ada motor yang lain?” Binar menatap motor yang sudah dinaiki oleh orang itu. “Motor yang satu lagi bensinnya abis! Kalo mau Lo beli dulu sana.”
“Lo bisanya make doang, sih!” Binar memasang masker di wajahnya “Bukan gue yang make! Si Dean emang kurang ngajar!” Lagi, Balia masih menyahut saat Binar berkomentar “Woooy! Cepetan berangkat, berantem mulu kaya suami istri!” Dean berteriak dari dalam mobil, lepas itu tertawa melihat kedua orang itu yang selalu berdebat.
Mendengar hal itu Binar dan Balia saling menatap, menyadari mereka terlalu bertele-tele dan banyak omong. “Helm pake dulu, Nar!” Balia mengingatkan. “Nggak usah, nanti kalo ada polisi baru gue pake.” Mendengar hal itu Balia melotot pada Binar. “Lo nyari mati?”
Binar menghela napas, langsung memakai helm milik Balia. “Tuh, kan, kerudung gue jadi rusak kalo pake helm.” Binar membenarkan kerudungnya yang seketika berantakan.
“Mau kerudung rusak apa nggak, tetep aja cantik. Kan perempuan emang cantik, nggak ada tuh, perempuan ganteng.”
“BODO!!”
“Udah siap belom, Nar?” Balia bertanya, menghidupkan motornya. “Udah!” Binar menjawab jutek.
“Kalo udah cuz kita ke pelaminan.” Balia langsung menggas motornya, berjalan menuju lokasi yang diberikan Maminya tadi pagi.
“Nggak lucu!”
“Bercanda, Nar. Lagian kan ke pelaminan nggak harus nikah, bisa jadi kita cuma kondangan atau numpang makan.” Balia menjelaskan. Hal yang paling disuka Balia adalah saat dirinya bisa mengajak Binar jalan-jalan setelah kemarin mungkin Binar kesal dengan keputusan Balia yang mengingkari janji, kalau mereka tidak akan pernah satu sekolah, ternyata Balia memilih mengingkarinya.