B A L I A

Wulansaf
Chapter #4

T I G A

Malam ini Binar sedang mengajar mengaji Gita di kamar seperti biasa, dan Balia selalu menunggu di depan pintu kamar adiknya itu sambil mendengarkan suara keduanya yang samar-samar. 

  Terlahir memang sudah menjadi anak yang konyol, Balia duduk di lantai sambil mendengarkan dua orang di dalam sana, menempelkan salah satu telinganya untuk mendengar lebih jelas. 

   Kali ini Balia mendengar lantunan ayat yang dibacakan Binar, rasanya benar-benar menyejukkan. Orang seperti Balia pun yang sudah sekolah sembilan tahun di sekolah yang islami, tidak dapat menandingi bagaimana Binar membacakan sesuai dengan hukum-hukumnya.

   Mendengar suara Binar mengaji, membuat Balia memejamkan matanya, tertidur. Tak lama Binar membuka pintu kamar Gita yang terkunci dan perempuan itu terkejut karena Balia sedang duduk tertidur, kemudian jatuh karena pintu yang tergeser. 

   “Balia! Macem- macem aja Lo segala tidur di sini. Bangun, nggak!” Binar menarik baju Balia agar orang itu bangun. Beberapa detik ia mengerjap, bangun dari tidurnya dan duduk menghadap Binar. “Gue ngapain tidur di sini?” 

   “Mana gue tau, lah! Jangan nyebelin deh, Bal!” Binar berdiri membenarkan mukenanya yang kepanjangan. “Ih, orang nanya kok malah nyebelin.” Balia bangun dari duduknya dan menghampiri Binar di ruang tamu. Dilihatnya ia sedang memainkan handphone milik Balia sambil menyetel lagu kesukaannya. 

   Dari dulu entah kenapa Binar tidak pernah sungkan untuk sekadar meminjam bahkan mendownload game yang ia suka, kalau sudah bosan ia menghapusnya dan akan mencari game yang baru. Bahkan Binar sering menghapus game yang ada di handphone Balia demi mendownload game pilihannya agar memorinya cukup. 

   “Orang pinter itu nggak boleh kebanyakan main game, Balia.” Binar selalu menceramahi Balia dengan kalimat seperti itu.  

   “Assalammualaikum.” Balia menghampiri seseorang di depan pintu, membuka pintunya sedikit, mengintip seseorang itu. “Cari siapa, ya?” 

   “Jangan gila deh, Bal!” Tante Melly memasang wajah kesal, sayang sekali, keponakannya yang satu ini walaupun tampan tapi ia hanya memiliki otak setengah, sering bertingkah konyol, dan suka sekali membuat orang darah tinggi. 

   “Maaf Mba, saya nggak kenal sama Mba, lebih baik Mba pulang aja.” Balia langsung menutup pintu dan menguncinya. Orang di luar sana mengetuk pintu dengan kesal sambil mengoceh, Balia yang berada di dalam menahan tawanya, berpikir sesuatu, menoleh pada Binar yang sedang asik memainkan ponselnya. Biasanya, Binar lah yang selalu mengomeli Balia kala Balia sedang bertingkah aneh. 

  Balia membuka pintunya lagi. “Kalo mau masuk ada syaratnya, kamu harus beli makanan dulu. Kalo mau bertamu itu harus bawa buah tangan. Udah sini, aku yang pilihin makanannya.” Kebetulan semua yang ada di sini belum makan malam, kesempatan emas untuk Balia menjahili Tantenya yang sudah sangat kesal. 

  “Kamu jangan main main ya, Bal. Tante telponin Mami mau? Biar kamu kena omel!” Balia yang mendengar hanya memutar bola matanya malas. “Telpon aja, aku tiap hari diomelin sama Mami.” 

Lihat selengkapnya