B A L I A

Wulansaf
Chapter #7

E N A M

Sebelum matahari meninggi, Binar selalu menikmati waktu untuk menulis di rooftop rumah Balia. Perempuan itu selalu mencari imajinasi setelah berkomunikasi dengan tanamannya. 

  Gita dan Arsen sepagi ini sudah selesai sarapan dan sedang mewarnai untuk Gita, sementara Arsen sedang menggambar. Entah, Binar selalu berdecak kagum dengan adiknya itu untuk perihal menggambar. Arsen bisa menggambar sesuatu yang rumit walau gambarnya tidak lurus dan sedikit berantakan. Tapi kalau dilihat dari jauh gambarnya selalu terlihat sempurna. Seperti gambar abstrak yang menyerupai sesuatu benda, kebanyakan anak laki-laki berusia enam tahun itu selalu menggambar transportasi lengkap dengan jalanan dan yang lainnya. 

  Begitupun dengan Gita, perempuan kecil itu selalu mewarnai gambar apapun dengan ratusan pensil warna yang ia punya maupun dengan tumpukan krayon yang sering kali mengotori tangannya. 

  Sepagi ini juga Dean sudah bangun dan sedang membeli bubur ayam di depan komplek sana. Jangan tanya Balia di mana, laki-laki pemalas itu masih berkemul dengan selimut hangatnya. 

  Binar menyetel lagu ketika sedang mencari imajinasi. Kali ini ia sedang dalam proyek besarnya untuk menyelesaikan novel pertama. Tidak peduli apakah ada orang yang sudi untuk membaca atau tidak. Karena jatuh cinta dengan sastra itu terkadang sulit untuk orang yang malas membaca. 

  Ia memejamkan matanya menopang dagu, memikirkan sesuatu, novel kali ini harus berjalan lancar dan tidak boleh ada sesuatu yang menghalanginya termasuk penyakit Binar-penyakit malasnya kerap kali kumat jika sedang ingin menulis. 

  Sebuah harapan kecil ia ucapkan di dalam hati untuk menyemangati dirinya sendiri. Semilir angin begitu damai ketika menerpa wajahnya, ditemani dengan iringan lagu yang setiap pagi selalu menemani. 

  Suara Arsen yang menahan tawa membuat mata Binar terbuka. 

  "BALIAAA!!!" Binar menjerit setelah melihat wajah Balia yang ada di depan wajahnya. Orang itu ikut menutup mata dan meniup pelan wajah Binar yang ia kira adalah angin. 

  "Ngapain Lo di sini!" Wajah Binar benar benar terlihat kesal karena kelakuan Balia yang sepagi ini sudah membuatnya naik pitam. Balia yang sedang memejamkan mata langsung menatap wajah Binar dengan bingung "Ini kan rumah gue, Nar. Harusnya gue yang nanya ngapain Lo tiap pagi ke sini?" Balia meraih buku catatan milik Binar yang sebagian halamannya sudah ia coret-coret untuk menggambar sesuatu.

Menyadari Balia mengambil buku catatan rahasianya, Binar langsung merebut kembali buku itu dan berdecak. "Ya tapi nggak usah buat orang kaget juga kali! Dan jangan sentuh buku catatan rahasia gue!"

Mendengar hal itu Balia memutar bola matanya malas, menopang dagunya dan beralih menatap tanaman cabai Binar yang ia letakkan di ujung sana.  "Haiii!!! Tanaman tanaman cabaiku. Kamu cepet tumbuh, yaaa! Mau aku jual ke tetangga sebelah!" Balia tersenyum melihat Binar yang semakin kesal dengan dirinya dan memutuskan untuk turun ke bawah sebelum salah satu benda melayang dan mengenai wajahnya. 

  Setelah Balia mandi dan kembali ke rooftop, ternyata semua orang yang ada di sana menghilang, dan di mejanya ada bubur yang masih tertutup rapat. Tanpa ba-bi-bu Balia langsung membuka dan memakan bubur itu dengan lahap. Ia sudah tahu, pasti ini pesanannya Binar yang selalu minta menambahkan banyak sambal agar rasanya semakin enak.

Lihat selengkapnya