Setelah di ceramahi panjang lebar oleh Pak Faris, dan disuruh menyelesaikan catatan sendiri, akhirnya bel pergantian pelajaran berbunyi.
Sebagian murid mengambil baju dan menggantinya. Sebagian lagi masih meneruskan catatan untuk melengkapinya.
Binar berjalan di koridor bersama teman- temannya. Ia melihat lapangan dari lantai tiga, satu bola kasti dan pemukulnya di letakkan di tengah-tengah lapangan, membuat perempuan itu menarik napas dalam-dalam.
Pelajaran olahraga belum dimulai, justru Binar sudah gemetar duluan.
Setelah semua berganti baju, kelas Balia berbaris untuk memulai pemanasan. Pak Hendri-guru olahraga menyuruh ketua kelas untuk membagi dua tim. Tangan Binar mendadak dingin dan bibirnya pucat.
Setelah membagi rata tanpa ada komentar apa-apa, mereka menerima teman satu timnya. Ternyata Balia dan Binar satu tim, mereka menang dan akan memukul bola lebih dulu.
Binar berbaris paling belakang. Memperhatikan teman-temannya. Bagaimana kalau memori lima tahun yang lalu akan terulang di tempat ini? Bagaimana kalau nyatanya Binar mendapat teman yang sama, teman yang sama sekali tidak bisa menerima dia apa adanya? Bagaimana kalau doanya selama ini belum diijabah, Tuhan masih belum memberikan teman-teman terbaik untuknya?
Flashback
Seseorang di depan sana sedang memilih teman satu timnya untuk bermain kasti. Dan jangan kira Binar dipilih, orang itu justru disuruh gurunya untuk masuk ke dalam tim yang menang karena tidak ada yang menginginkan Binar dalam timnya.
"Coba Ibu tanya, kamu udah makan kacang panjang belum supaya tinggi?" Guru berbadan subur itu selalu mengolok-olok Binar dengan menyuruhnya memakan kacang panjang.
Teman-temannya memperhatikan Binar dan menahan tawanya. Entah, sudah setahun ini ia selalu di olok-olok seperti itu, bahkan tak jarang ia dipermalukan dengan teman-temannya. Dan hal yang paling Binar benci, ia selalu menjadi bahan tertawaan tanpa sebab, tanpa tahu sebenarnya apa yang lucu.
Binar sedang menunggu giliran untuk memukul. Tangannya gemetaran, satu orang lagi ia akan maju untuk memukul bola, dan perempuan itu sudah mengetahui akhirnya.
Perempuan itu susah payah menelan ludahnya. Ia maju dan mengambil tongkat yang bahkan lebih besar daripada tangannya.
Seseorang di depan sana melempar bola terlalu tinggi, Binar tidak bisa memukulnya, dan ia pun berkali-kali meledek Binar sambil menahan tawa.
Saat pluit dibunyikan, bola itu melambung tepat sekali, tidak terlalu tinggi. Bolanya menggelinding ke belakang dan Binar hanya memukul udara, secepat mungkin ia berlari menghindari pukulan bola dari temannya.
Namun apa daya, Binar memang jalannya lambat, langkahnya terlalu kecil untuk sampai di benteng sana.
Teman-teman satu timnya menatap gemas Binar agar berlari lebih cepat, tapi pada dasarnya Binar memang lambat.
BUKK!
Ia berhenti saat bola itu mengenai punggungnya. Semua teman-temannya menatap Binar kecewa. Cemoohan sudah ia dengar, Binar sebisa mungkin menabahkan hatinya.
"Yah, kita kalah gara-gara dia lagi."