B A L I A

Wulansaf
Chapter #22

D U A P U L U H S A T U

"Selamaaat pagiii Binarraaaa!! Bagus banget sih, namanya Binarra. Tapi sayang, orangnya sombong. Bye!" Balia muncul dari pagar rumahnya sambil menyapa hangat Binar yang sedang mengeluarkan sepeda. Orang yang disapa hanya menoleh dan memperhatikan Balia yang langsung menghilang. 

  "Bal, sepedahan, yuk!" Binar berjalan menghampiri Balia yang ingin masuk ke dalam rumahnya. 

   Balia menoleh, "Nggak, ah. Males kalo sepedahan sama orang sombong. Apalagi kan, sapaan selamat pagi gue udah empat tahun lebih ini nggak pernah di bales." 

  "Apaan, sih! Kok jadi nyambung-nyambung ke sana. Yaudah kalo nggak mau!" Binar balik badan dan langsung pergi ke luar. 

   Balia yang melihat Binar ke luar rumahnya langsung masuk ke dalam menemui Gita. 

   Binar asik menggoes sepedanya sambil menghirup udara segar pagi ini. Sementara Balia mengekor Binar dari belakang dengan sepeda dan ada Gita di boncengan belakangnya. 

  "Kak Binaaar." Sagita melambaikan tangannya saat sepeda Balia sejajar dengan sepeda Binar yang sedang melambat. Binar yang melihatnya tersenyum. 

  Setelah mengitari komplek cukup lama karena mengikuti Balia. Mereka berhenti di tukang bubur langganannya. 

  "Payah, baru jalan segitu doang udah keringetan." Balia meledek, menuruni Sagita dari boncengan belakang. 

  "Tadi udah termasuk jauh ya, Bal." Binar mengusap keringat di keningnya. Orang yang satu ini benar-benar meremehkan Binar. 

   "Mas, bubur ayamnya tiga mangkuk, tapi yang satu setengah aja." Balia menghampiri tukang bubur langganannya yang sedang sibuk menyiapkan bubur untuk para pembeli yang mengantre.

   "Dean kok tumben nggak ikut?" 

   "Masih molor!" Balia kembali duduk bersama Sagita dan Binar yang sedang berbincang. Orang itu mengambil handphone Binar yang ia letakkan di meja dan memainkannya. 

  Saat bubur sudah datang di meja, Balia kembali meletakkan handphone itu di tempatnya. Mulai menikmati sarapan pagi ini. 

  "Mas, sambelnya saya taro sana aja, ya. Temen saya lagi gangguan, nggak bisa makan sambel." Balia meletakkan wadah berisi sambel itu di meja yang lain. 

  "Gangguan apa, Balia!" 

  "Gangguan jiwa! Gangguan perut, lah." Balia menuang teh hangat pada gelasnya, Sagita dan juga Binar. 

 "Ada juga Lo kali yang gangguan jiwa." Binar berkata pelan, mulai menyendok suapan pertamanya. 

Lihat selengkapnya