"Dia adalah dia dan itu adalah alasan untuk semua perasaan ku terhadapnya."
_Salwa Nabila
Laki-laki tampan itu mendatangi ku dengan membawa sebuah nampan berisikan pisang coklat dan dua kaleng minuman dingin.
Dia duduk di depanku kemudian bertanya, "Salwa, kenapa?"
Dia yang selalu menyebut namaku dengan lengkap, dia yang tidak pernah memotong atau menyingkat, dia yang selalu membuat namaku terdengar indah.
"Gapapa!" jawabku ketus sambil memalingkan wajahku kearah lain.
Dia lalu memukul jidatku dengan kepalan tangannya, tetapi juga di halangi tangan lainnya agar pukulannya tidak langsung mengenai jidatku.
"Ngambek terus," ucapnya sambil menatap ku dengan senyuman manisnya, senyuman yang selalu berhasil membuat ku candu, senyuman yang membuat aku selalu betah dengannya.
Walaupun ia menyebut ini sebuah pertemanan, aku tidak peduli, yang penting aku bersamanya dan itu cukup, harusnya.
"Apaan sih!"
"Aku ada salah?" tanyanya lagi.
Aku lalu menatapnya sinis, kemudian mulai melahap pisang coklat yang tadinya ia bawa tanpa menjawab pertanyaannya.
Dia lalu bersandar di kursi menatap ku sambil senyum-senyum, "Pelan aja makannya, nggak ada yang minta juga."
"Bisa diem, nggak?" ucapku menimpali masih pura-pura ketus.
"Oke, deh. Aku diem," jawabnya sambil menyesap minumannya.
Aku langsung menghentikan acara makanku, "Tuh kan, nyebelin."
"Jadi aku harus apa, Salwa?"
"Gatau."
"Kamu marah karena kemarin aku pulang bareng, Nia?"
"Iya, aku marah. Kenapa emangnya?"
"Yaudah Aldi minta maaf, ya."
Beruntungnya bel masuk berbunyi, dengan begitu aku bisa kabur dari keadaan ini. Aku salah, tidak seharusnya aku marah mau dia berteman dengan perempuan manapun, toh dia hanya menganggap aku sebagai teman, bukan?
Aku beranjak meninggalkan kantin, tetapi ia langsung meraih tanganku, "Kita selesaikan dulu masalahnya, baru masuk kelas."
"Maaf, aku nggak tau kalau kamu bakalan semarah ini, kemarin Nia ketinggalan metromini, jadi dia minta tolong sama aku."
"Kenapa harus Nia?" tanya ku sambil berbalik menatapnya.
"Nia suka sama kamu, kamu tau itu."