Babad Tanah Majapahit

Ma'arif
Chapter #7

Berlatih Berburu

Istana Singhasari pagi itu tampak lengang. Sepertinya banyak punggawa kerajaan yang sedang bertugas di luar kota kerajaan. 

Biasanya Prabu Kertanegara berbincang-bincang di pendopo dengan Patih Mpu Raganata dan pendeta santasmerthi. 

Namun pemandangan pagi ini lain, Prabu Kertanegara justru berbincang di sebuah kamar pribadi secara tertutup dengan beberapa orang. Sepertinya orang-orang kepercayaannya.

"Gusti Prabu, sepertinya kita harus menyingkirkan orang-orang Wangsa Rajasa (keturunan Ken Arok dan Ken Dedes dan para pengikutnya) yang berpengaruh dari istana atau kita turunkan jabatan mereka Gusti Prabu. Sebab jika mereka dibiarkan menjabat jabatan strategis, itu sama saja akan mengancam eksistensi wangsa Sinelir (keturunan Tunggul Ametung dan Ken Dedes dan pengikutnya) di kerajaan ini. Yang kita khawatirkan adalah lama kelamaan mereka akan menggulingkan kekuasaan wangsa Sinelir di Singhasari ini, Demikian saya sampaikan Gusti Prabu," ucap seorang penasihat kepercayaan Prabu Kertanegara.

"Jika begitu menurut penilaian engkau apa yang harus saya lakukan, wahai, Mpu," tanya prabu Kertanegara.

"Kalau menurut hemat saya, agar tidak mencolok dalam menyingkirkan mereka. Maka pertama-tama kita harus menurunkan pangkat dan jabatan para wangsa Rajasa beserta pendukungnya di struktur pemerintahan kerajaan kita," ucap penasihat rahasia tersebut.

"Berarti kita harus menurunkan pangkat Patih Mpu Raganata, pendeta Santasmerthi dan Banyak Widya? Mereka adalah turunan Wangsa Rajasa, sedangkan Banyak Widya adalah pengikut setia Wangsa Rajasa?" tanya Prabu Kertanegara.

"Tepat sekali Gusti Prabu, Setelah mereka kita turunkan pangkatnya. Maka kekuatan mereka berkurang. Jumlah pendukungnya juga akan berkurang karena pengaruh mereka sudah kita batasi!" ucap seorang mpu penasihat pribadi Prabu Kertanegara. 

"Baiklah kalau begitu, satu purnama lagi kita akan mengeksekusi keputusan tersebut sambil membuat surat-surat keputusannya," ucap Prabu Kertanegara.

Demikianlah sepertinya konflik intern di istana Singhasari semakin memanas yakni persaingan wangsa Rajasa (keturunan Ken Arok dan Ken Dedes) dan wangsa Sinelir (keturunan Tunggul Ametung dan Ken Dedes). Meski mereka bersaudara satu ibu. 

Namun, dendam masa lalu masih membekas di hati keturunan wangsa Sinelir karena merasa buyut mereka, Tunggul Ametung yang waktu itu menjadi Akuwu Tumapel dibunuh oleh Ken Arok yang kemudian menikahi ibu mereka Ken Dedes lalu mendirikan kerajaan Tumapel atau kini Singhasari.

*****

"Wahai Raden Wijaya, bagaimana keadaannya sekarang? Apakah sudah lebih baik?" tanya Banyak Widya ketika pagi itu berkunjung ke rumah Darma Santika bersama Mahesa. 

Namun, Mahesa memilih menyingkir bersama Darma Santika karena mereka tahu adab jika dua orang berbicara tidak boleh menguping kecuali diajak serta.

"Duh, paman Banyak Widya! Pagi-pagi sudah datang kemari. Iya ini sudah bugar sekali paman, ingin rasanya kembali berburu lagi," ucap Raden Wijaya.

"Baiklah, bagaimana mana kalau lusa kita mulai latihan berburu?" tanya Banyak Widya menantang Raden Wijaya.

"Baiklah, sekalian saya ingin menguji ketangkasan Darma Santika, paman! Saya suka dengan anak itu. Dia seorang pemuda gagah berani yang setia dan pandai menyimpan rahasia. Karena rencananya saya ingin mengajak dia ke Singhasari. Mau saya jadikan sebagai pengawal pribadi saya," tegas Raden Wijaya kepada Banyak wide.

"Betul, sekali Raden, hamba juga suka dengan anak itu, dia juga banyak kepandaiannya selain memiliki ketangguhan fisik dan ilmu Kanuragan cukup tinggi. Dia juga memiliki ilmu pengobatan. Ia juga sangat setia kawan."

"Selain Darma Santika bagaimana kalau kita juga mengajak serta Mahesa. Dirinya saya perhatikan hampir sama dengan Darma Santika soal kesetiaan dan ilmu kanuragan meski dia sedikit tampak bandel. Namun pelan-pelan kita ajari dia cara menjadi seorang ksatria. Bagaimana menurut pendapat engkau Raden?" tanya Banyak Widya.

"Baiklah, saya setuju, Paman, jika begitu! lusa kita uji mereka diperburuan, sekaligus saya juga sudah gatal tangannya untuk menarik tali busur panah yang mengarah ke kijang dan kancil, heee," jawab Raden Wijaya.

"Ide yang bagus Raden, hamba setuju, setelah kita lihat kemampuan mereka. Baru kita pulang ke istana sekaligus membawa serta mereka. Mereka sangat berguna sekali membantu kita. Raden tahu sendiri. Mertua engkau yakni Prabu Kertanegara ingin sekali menyingkirkan wangsa Rajasa."

"Meski hamba bukan keturunan wangsa Rajasa. Namun hamba sangat memikirkan masa depan kalian di Singhasari. Sebab hamba sangat berhutang budi dengan kakekmu wahai Raden Wijaya."

Lihat selengkapnya