Ada satu pengalaman yang, percaya atau tidak, butuh keberanian lebih besar daripada presentasi di depan bos:
Makan di restoran... sendirian.
Bukan warteg.
Bukan kaki lima.
Bukan tempat beli nasi bungkus.
Tapi restoran beneran.
Yang ada musik pelan.
Yang lampunya temaram.
Yang di setiap sudutnya penuh dengan pasangan yang saling suap-suapan.
Dan sore itu, aku melakukannya.
Semua bermula dari rasa lapar yang tidak bisa ditawar.
Aku capek, malas masak, dan dompet masih cukup tebal untuk sedikit kemewahan.
Aku pilih sebuah restoran sederhana di mall.
Restoran yang dari luar kelihatan ramah.
Pas masuk, seorang mbak pramusaji mendekat sambil tersenyum sopan:
"Selamat sore, untuk berapa orang, Mas?"
Aku jawab dengan suara yang kutahan supaya tetap terdengar percaya diri:
"Satu."
Mbaknya mengangguk, lalu mengantar aku ke sebuah meja kecil di sudut.
Satu meja.
Satu kursi.
Satu set alat makan.
Seperti altar kecil buat manusia-manusia tangguh yang memilih menikmati hidup sendirian.
Aku duduk.
Buka buku menu.
Padahal aku sudah tahu mau pesan apa.
Tapi tetap berpura-pura membaca, supaya kelihatan sibuk, supaya tidak kelihatan terlalu... kosong.
Sesekali aku melirik sekeliling.
Di meja sebelah kanan, pasangan muda baru jadian.
Suap-suapan spageti.
Senyum-senyum malu-malu.
Di meja sebelah kiri, keluarga kecil.
Anak kecil minta dibuatin nasi bentuk hati.
Ayah dan ibu saling pandang penuh cinta.
Aku?
Aku memandang lilin kecil di tengah meja sambil berpikir:
"Kalau aku tiup, boleh nggak ya? Biar nggak kelihatan terlalu dramatis."
Mbak pramusaji datang lagi, mencatat pesanan.
Aku pesan ayam bakar, nasi putih, dan es teh manis.
Pesanan standar.
Pesanan aman.
Karena hari itu, aku bukan cuma pesan makan.
Aku juga sedang pesan keberanian.
Keberanian buat duduk sendirian.
Di dunia yang kadang suka bilang:
"Kalau sendiri, berarti ada yang salah."
Padahal... kadang sendirian itu bukan salah.
Kadang sendirian itu pilihan.
Dan ayam bakar tidak pernah menghakimi.
Sambil menunggu makananku datang, aku mengamati sekitar.
Seperti biasa, restoran selalu jadi panggung kecil tempat orang-orang memainkan drama mereka masing-masing.
Di pojokan sana, ada pasangan yang lagi asyik debat pelan soal pesanan.
"Kamu mau ayam, kan?"
"Tapi aku juga pengen ikan..."
"Ya udah, pesan dua-duanya."
"Nanti kamu bantu habisin, ya?"
Aku senyum kecil.
Di sisi lain, ada rombongan ibu-ibu arisan.
Tas mewah, suara cempreng, topik pembicaraan seputar diskon kosmetik dan siapa yang lagi hamil anak ketiga.