“Lo beli kemeja ini untuk siapa?” tanya Maudy curiga. Matanya menyipit dengan sinis memperhatikan sahabatnya yang memberi dua atau tiga potong kemeja dengan motif yang berbeda pada pramuniaga.
“Buat Dion, lah.” Gadis berambut cokelat gelap itu berkata dengan mata berbinar riang. Dia enggak peduli cibiran yang diberikan lawan bicaranya. Baginya, cibiran itu hanya angin lalu yang sering ia dapat.
“Kapan lo sadar, sih, Rex?”
“Nama gue Regi.”
“Apaan. Nama lo bikin lidah gue keserimpet. Bagus T-Rex.”
“Kok lo bangsat, sih?”
Mereka sama-sama saling menatap dengan tatapan membunuh. Dua detik kemudian, mereka tertawa lepas. Maudy yang tingginya hanya sebatas bahu Regi, menerima rangkulan dari sahabat jangkungnya itu.
“Bucin banget sobat gue yang polosnya seperti HVS baru.”
“Entar kalau lo punya pacar, lo bakalan tau rasa senangnya ngebeliin pacar lo barang. Apalagi barang itu dipakai dan bikin tambah ganteng pacar lo.”
Cibiran itu masih setia di atas bibir Maudy. “Gue enggak setolol itu nantinya kalau sudah punya pacar.”
“Cinta bikin tolol, as you know.”
“Fuck!”
Lalu mereka tertawa bersama lagi. Regi segera menyelesaikan semua transaksi belanjanya hari ini. Melangkah ringan diikuti sahabat lengketnya itu. Langkah mereka tanpa komando menuju area food court. Sebelum memutuskan untuk menghabiskan sebagian bonus yang hari ini turun, mereka sudah sepakat akan melakukan apa di mall.
Belanja. Makan. Nonton.
Maudy terbiasa bekerja dengan terorganisir. Beda dengan Regi yang lebih suka on poin melakukan sesuatu. Makanya Regi beruntung bersahabat dengan gadis berambut hitam yang sedang memeriksa ponselnya itu. Segalanya bagi Maudy ada jadwalnya. Tidak bisa asal dan grasa-grusu. Itu bukan Maudy sekali. Sementara Regi? Entah harus berapa kali diingatkan agar tersusun mengenai apa yang harus dikerjakan. Terutama masalah pekerjaan. Hubungannya dengan pergi ke mall? Jelas ada. Jika ke mall tujuannya hanya sekadar membuat letih betis, Maudy tegas menolak. Kalau dibilang, habis ini, kita ke sini. Lalu kita mampir ke sini. Maudy tanpa bantah langsung mengiyakan.
Beruntungnya Regi di mana? Buat Regi, bergaul lama dengan seorang Maudy membuatnya sedikit, iya hanya sedikit, lebih terorganisir. Tertata dan terarah. Selebihnya? Biasa saja. Walau perempuan itu pecinta kerapihan, tapi kalau urusan melakukan sesuatu berjadwal seperti Maudy, itu bukan dirinya.
“Lo dijemput Dion?” tanya Maudy tiba-tiba.
“Gue yang jemput. Dia lembur.”
“Kepala lo pindah ke dengkul atau ke Namex, Rex?”
“Bisa lengkap kan manggil gue? Gue berasa dinosaurus, tauk!
Maudy dengan entengnya tertawa. “Lo dinosaurus leher panjang. Cocok.”
Jawaban Maudy hanya ditanggapi dengan dengkusan Regi. Percuma bicara dengan manusia aneh itu, ketimbang dirinya makin sakit kepala lebih baik ia terus berjalan ke arah tujuannya. Food court.