“Rex, lo bisu?” tanya Maudy tanpa basa basi. Mereka rehat sejenak setelah hampir tiga jam; berdiri, bersapa ramah, menyebar brosur, pun sesekali meladeni banyak pertanyaan dari calon customer.
“Bisu dari mana? Gue dari tadi ngoceh gini.” Regi meneguk air mineral yang ia bawa. Sisa air mineral itu agak tercecer di sudut bibir, segera ia bersihkan dengan punggung tangannya. Ia pun mendongak sembari memejamkan mata, kepalanya berpusing ria entah ke mana isinya. Oh, Regi tahu jelas apa yang ia pikirkan. Surat perjanjian laknat itu!
Dirinya protes keras dengan apa yang tertera, terutama bagian besaran nominal biaya. Ya kali biaya sampai hampir menyentuh angka miliiar! Regi tak lantas percaya, namun begitu pria menyebalkan itu menyodorkan lampiran berupa kuitansi juga bukti bayar, serta biaya lainnya, Regi bengong. Kepalanya langsung berpikir, uang yang ada di ATM-nya mana cukup untuk mengganti semuanya.
Ingatan Regi akhirnya kembali mengulang percakapan tadi pagi dengan Barra.
“Tapi saya boleh tanya sesuatu?”
Barra hanya menjawab dengan dehaman pelan, yang artinya tidak masalah kalau si menyuap sarapannya bertanya entah apa.
“Bapak... ehm... selama perawatan pakai kartu asuransi, kan?”
Barra yang kini mengunyah potongan apel mengangguk sebagai jawaban.
“Terus segala biaya ini tetap harus saya yang ganti?”
“Lah, tanggung jawab kamu di mana kalau begitu?”
Regi manyun.
“Saya menggunakan asuransi memang enggak ada batasnya. Saya gunakan yang VVIP kalau kamu mau tau. Tapi, itu semua enggak gratis, ya, kan? Setiap bulan saya mesti bayar untuk premi. Kamu paham?”
“Iya, Pak.” Regi semakin dalam menunduk. Matanya sudah mulai berkaca-kaca.
“Asuransi yang yang gunakan seharusnya bisa untuk investasi, tapi karena kamuꟷ” jeda sejenak karena Barra membenahi posisi duduknya, “Regi, lihat saya.” Begitu Regi mengangkat pandangannya lagi, Barra kembali bicara. “Kamu harus ganti nominal itu, dong. Namanya tanggung jawab.”
Regi tak tau harus berkata apa setelahnya.
“Lagian, saya enggak minta dicicil kan nominal itu. Kamu paham enggak isi perjanjiannya?”
Regi mengangguk.
“Kalau paham, apa isinya? Jelaskan?”
“Ganti rugi sebesar lebih dari satu miliar,” cicitnya pelan.
“Ck!” Barra berdecak. “Kamu ini bodoh atau apa, sih? Dibaca yang benar.” Barra geram. Lalu menyodorkan kembali draft itu pada Regi agar kembali dibaca. “Baca yang teliti. Masa begini saja harus saya stabilo poin pentingnya.”
Tak ada yang bisa dilakukan Regi kecuali menuruti. Setelah ia membaca ulang, mondar mandir atas baca, juga dengan nada frustrasi akan beberapa poin yang tertera, Regi mengembalikan draft itu.
“Jelas?” Barra memastikan.