Babu Boss

Siska Ambarwati
Chapter #12

Barra dan segala keajaibannya

Hampir dua jam lamanya Regi merapikan isi kulkas yang diprotes habis-habisan oleh Barra. Terutama pemilihan dan penempatan sayur. Dirinya mana tau hal itu. Masak saja lebih sering gosong di bawah. Belum lagi perkara lainnya semisal ketumbar dengan lada. Oh, jangan lupa perkara jahe dan lengkuas. Dan para kawan-kawannya yang lain. Regi mana paham. Mengerti saja adanya di angka nol. Regi dan dapur, kombinasi unik untuk membuatnya semakin tidak waras.

Ia lebih menyukai beberes ketimbang berurusan dengan dapur. Serius. Dalam 25 tahun hidupnya, Regi lebih memilih merapikan isi rumah; membersihkan semua debu yang ada di pajangan meja, mengganti sprei, mengganti sarung bantal sofa, belum lagi gorden besar yang dimiliki ibunya di rumah masa kecilnya, pun menyapu serta mengepel. Oh, jangan lupa membersihkan kaca hingga kinclong. Itu Regi suka dan ahli.

    Ketimbang masak dan berurusan dengan bumbu? Ia menyerah. Kalah dan mundur teratur. Mungkin karena itu juga sepanjang hidupnya Regi jarang sekali menjajal area dapur untuk digagahi. Dicoba untuk sesekali waktu bermain maksudnya.

    Hari ini Regi dapat pelajaran maha berharga dari seorang Barra. Merapikan kulkas. Bagian dari dapur apartemen Barra yang tertata apik juga rapi. Benar-benar jempolan menurut Regi suasana di sini. Berkelas pun wangi. Regi bisa menduga dari mana berasalnya tingkat cerewet Barra juga bagaimana pria itu terhadap penampilan. Buktinya, apartemen yang ia tinggali memang sedikit mencerminkan dirinya.

Yah, biarpun lebih sering Barra mendumel karena Regi yang selalu salah mengorganisir sayur, sih. Gadis itu pun baru tau sebangsa sawi, bayam juga kangkung bisa awet agak lama karena dibungkus plastik yang sudah dilubangi. Itu pun Regi harus mencuci bersih pun memastikan semua kering pada sayuran tersebut. Ia pun harus memilah mana yang masih bagus, mana yang memang bagian tersebut harus dibuang.

    Regi manyun mengerjakan hal itu sebenarnya. Bagi Regi itu merepotkan. Tapi maha benar Paduka Barra tidak memperbolehkan Regi mengeluh. Bahkan si pria yang kini nampak tenang duduk di sofa kebesarannya, dengan seenaknya berkata, “Yang seperti ini saya kamu enggak tau?! Astaga! Jujur sama saya, kamu jomlo atau punya pacar?

    Sama sekali tidak ada korelasinya, kan?

    “Saya harap kamu jomlo! kalau kamu punya pacar, saya enggak tau gimana pacar kamu menghadapi tingkah perempuannya yang seperti ini.”

    “Maksudnya seperti ini apa, ya, Pak?” Regi mengerjap heboh. Dia tau sedang dalam mode disindir, dinyinyir gitu. Karena ketidak-becusannya dalam urusan dapur.

    “Ya ini, sepele. Milah sayur aja enggak becus. Itu jamurnya pakai kertas. Saya suka tumis jamur, jangan sembarangan memperlakukan mereka.”

    “Ya kalau saya enggak bisa milah sayur bukan berarti saya enggak bisa apa-apa, kan?” Regi protes. Tidak terima dikatakan seperti itu oleh Barra. 

    Barra malas menanggapi, ia lebih memilih memperhatikan Regi yang kini beralih ke buah untuk disortir. “Buah taruhnya di sebelah sini. Kiri khusus sayur, kanan khusus buah. Jangan dicampur. Kamu keluarin dulu yang lama dari kontainernya. Buang yang udah enggak layak makan. Cuci dulu tempatnya. Dilap kering.”

    “Bapak sendiri aja deh yang ngerjain.” Regi hilang sabarnya. Sedari Barra duduk di sana, pria itu terus saja mengoceh. Ini dan itu salah di matanya.

    “Biasanya juga saya yang ngerjain. Lihat, apa yang sudah kamu perbuat ke saya? Asal kamu tau, ya, Regi. Saya ngerjain ini enggak lama. Kamu sudah diberitahu masih juga lama.”

    Regi manyun kuadrat.

    “Enggak usah manyun gitu. Ini ilmu. Saya enggak minat cium bibir orang yang selalu manyun gitu.”

    Regi mendelik marah ke arah Barra yang masih setia duduk di sana. Menatapnya tak kalah garang terhadap gadis berambut cokelat itu. “Apa?” tantangnya.

    “Bibir saya biarpun manyun gini tetap seksi!”

    “Sudah, segera selesaikan pekerjaan kamu. Saya lapar, mau makan.”

    Rasanya Regi ingin sekali meremas Barra hingga bagian terkecil, lalu melemparnya tepat ke tong sampah. Membungkusnya dengan segera dan memasukkan plastik sampah berisi Barra Herdiyanto ke janitor. Tapi itu semua cuma angan yang tidak akan pernah terwujud.

Lihat selengkapnya