Babu Boss

Siska Ambarwati
Chapter #36

PMS

Sepanjang jalan pulang, Barra tidak sekaku dan sedingin saat menuju restoran. Regi jadi sering bicara dan yah... terkadang kebiasaannya bersenandung akhirnya terjadi juga. Bagusnya, Barra tidak mempermasalahkan hal itu. Malah terkesan, ia menikmati. Kadang, Barra mengetukkan jemarinya pada setir. Sementara Regi? Jangan tanya. Kepala dan jentikan tangannya seirama dengan musik yang terputar di radio.

    Kadang lagi, Regi berkomentar mengenai pesan-pesan dari si penyiar. Apa saja. Ini membuat Barra terkekeh. Perjalanannya walau terjebak macet, malah cenderung seru dan tidak membosankan.

    “Ada yang tertinggal?” tanya Barra memastikan sebelum benar-benar mengunci mobilnya. Mereka sudah tiba di basement District 9.

    “Enggak, kok, Pak.”

    Barra mengangguk singkat dan langsung menyalakan kunci alarm mobil. Mereka berjalan menuju unit Barra. Kali ini Barra menunggu Regi agar berjalan di sisinya. Gadis itu tampak biasa saja dan raut wajahnya sudah tak terlalu cemberut. Justru terlihat ceria. Barra suka akan hal itu.

    “Besok Bapak mau saya buatkan sarapan apa?” tanya Regi ketika Barra menempel kartu akses di lift. Hanya mereka berdua di dalamnya. Dalam kotak besi yang sekelilingnya kebanyakan kaca, Barra memindai Regi dengan cukup jelas tanpa perlu bersitatap.

    Tinggi gadis itu tak diragukan, hampir menyamai dirinya. Penampilan kali ini memang sudah tak serapi tadi pagi. Rambut cokelatnya dikuncir tinggi menyisakan beberapa anak rambut yang sedikit menganggu wajahnya tapi sepertinya Regi biasa saja. Make up-nya natural dan satu hal yang mencolok di wajahnya adalah pemilihan warna lensa kontak. Biru. Terbiasa melihat Regi yang polos tanpa tambahan berlebih di apartemen, cukup membuat Barra merasa sebenarnya gadis ini punya daya tarik sendiri.

    Biasanya, Regi jarang sekali menggunakan lensa kontak. Juga make up yang tak berlebihan. Menurur Barra justru itu semakin membuatnya ‘Regi sekali’.

    “Pak,” panggil Regi. Gadis itu mengerutkan kening karena pria yang ada di sampingnya malah bengong tak ada reaksi atas pertanyaan tadi.

    “Oh...” Barra mengerjap pelan. Berdehem singkat menutup gugup. “Roti lapis saja.”

    “Oke, Bos,” kata Regi dengan riang. Dan itu berbarengan dengan kotak besi yang berhenti, terbuka tepat di lantai tujuan mereka.

    “Kamu terbiasa dengan soft lens?” tanya Barra penasaran.

    Pertanyaan ini membuat Regi semakin terheran-heran pada Barra. Kenapa hari ini Barra aneh sekali. Seperti bukan Barra. Ada apa sebenarnya?

    “Ehm... biasanya saya pakai kacamata. Saya minus, Pak. Tapi tadi ketinggalan di kamar kotak kacamata saya.”

    Barra hanya mengangguk seolah paham. Begitu masuk ke dalam unit, Regi belum langsung memasuki area ruang depan. Ia melongok terlebih dahulu apa ada Love di sana. Ini membuat Barra gemas.

    “Enggak ada. Love di sofa.” Barra mendekat ke arah Regi yang tak siap dengan gerak Barra. Ini membuat Regi mundur tiba-tiba, menabrak rak sepatu dan membuat beberapa sepatu Barra jatuh. Regi meringis bersalah akhirnya.

    Bukannya mereda, Barra semakin mendekat dan sungguh... ini membuat Regi terperangkap!

    “Kenapa, Pak?” tanya Regi lamat-lamat. Menatap Barra yang terus saja mendekat, dengan perasaan takut tentu saja. Kan, pikirannya benar. Barra kerasukan sesuatu!!!

    “Wajah kamu, tuh, jangan terlalu sering kena make up. Bibir kamu juga. Maskeran gitu, Regi.”

    Regi mengerjap heboh. Bingung!

    “Nanti saya buatkan masker alpukat campur madu. Kita pakai bersama. Kamu cuci muka bersih dulu. Dua atau tiga kali sekalian biar enggak ada sisa make up nempel.”

    Lalu Barra bergerak menjauh. Meninggalkan Regi yang masih menempel di dinding karena tindakannya. Tadi Barra benar-benar mendekat dan memperhatikan wajah gadis itu lekat-lekat.   

    “Sepatu saya bereskan lagi,” kata Barra setengah berteriak.

    Sementara Regi yang sudah kembali kesadarannya, cemberut karena sadar akan perbuatan Barra. Sialan bosnya itu!

Lihat selengkapnya