Ezhar, Selena, Anton, Hanung dan Indri baru saja sampai di KAP Akhmad Wijaya pukul 10.00 WIB, mereka langsung bekerja lagi bak mesin yang diperas sepanjang waktu. Selena mendelik melihat kenyataan itu, ia pikir mereka yang tadinya kunjungan ke luar kota akan langsung pulang ke rumah, nyatanya tidak. Ia harus sadar atas halusinasinya untuk tetap menyelesaikan pekerjaan.
Selena tidak hanya melakukan penelitian skripsi namun ikut andil dalam pekerjaan audit. Awas saja kalau Ezhar tidak memberinya upah, rutuknya dalam hati. Ia mengabari Papanya jika pulang sore sesuai jam kerja karyawan.
“Sabar ya, Len. Kamu pasti belum pernah merasakan kerja ya?” tanya Indri tiba-tiba. Selena mendapat tempat duduk di sebelah Indri. Partner kerja yang menyenangkan, ujarnya.
“Oh, iya nggak papa kok, Mbak.” Lena mengibaskan tangan.
Jarum jam terus berputar, judul skripsi yang ia berikan semalam telah disetujui Ezhar untuk dikerjakan. Selena segera membuat bab satu yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan serta manfaat penelitian. Timeline yang diberikan Ezhar hanyalah seminggu untuk dikoreksi hasilnya. Dijamin pasti ada revisi jika Selena yang mengerjakan. Gadis itu mencoret-coret kertas kosong karena waktunya terasa membosankan.
…
Sarah mencoba menelepon Selena, ia harus menjadwal ulang schedule yang sudah diberikan Minggu lalu. Ia berharap Selena takkan mengacaukan pekerjaannya sendiri jika masih mau bertahan di dunia model. Sarah menekuni laptop di depannya, file tersebut ia kirimkan ke kontak Selena sambil menelepon ulang.
“Halo Sar?” ucap Selena di seberang.
“Halo, Len. Lo di mana?” tanya Sarah basa-basi.
“Gue di rumah, Sar. Baru aja pulang. Kenapa?”
“Lo besok ada jadwal catwalk di Marvel City. Mau lo tunda lagi atau gimana?” Sarah menggaruk pelipis.
“Jam berapa emang?” terdengar suara bising di seberang.
“Pagi sih. Jam Sembilan. Bisa kan?” Sarah memastikan.
“Oke deh, gue besok bakal izin nggak masuk.” Selena menjawab pasti.
“Gitu dong.” Sarah tersenyum senang sambil tidur di kasur. Ia merentangkan kedua tangan dan menguap lebar. Matanya mengarah ke jendela. Terlihat hujan deras menaungi area rumahnya, Selena akan menyiapkan ide bagus supaya besok mendapat izin pergi dari kantornya.
…
Ezhar baru sampai di kantor setelah melayangkan pandangan ke penjuru ruangan termasuk meja kerja kubikal. Ada satu yang kosong, pemiliknya tidak ada. Ezhar segera menghampiri untuk menanyakan pada teman di sampingnya.
“Indri, Lena ke mana?” tanya Ezhar to the point.
“Nggak tau, Mas. Kayaknya belum sampai.” Indri ikut melihat bangku kosong di sisinya.
“Dia nggak tau kantor kita buka jam berapa?” Ezhar mengamati meja Selena, belum ada alat tulis yang berceceran.
“Harusnya sih tau, Mas.” Indri mendongak.
“Coba hubungi dia, kasih tau ada di mana sekarang.” Ezhar hendak berlalu saat Indri mencegahnya.
“Saya nggak punya nomor teleponnya, Mas.” Indri tersenyum kecut, kenapa kemarin kita tidak bertukar nomor, pikirnya. Ezhar hanya menggeleng dan pergi menuju ruangan. Saat membuka pintu, telepon kantornya sudah berdering.
“Halo?” ucap seorang perempuan di seberang.
“Iya, halo?” Ezhar mengerutkan kening.
“Perkenalkan saya Sarah, manajer Selena Anandara yang magang di KAP Akhmad Wijaya.” Ada jeda di kalimatnya sedangkan Ezhar menatap gagang telepon lalu menempelkan lagi ke telinga.