Seminggu pertama di Jakarta mereka habiskan untuk fokus mengaudit laporan keuangan. Sisa satu Minggu lagi mereka akan kembali ke Surabaya. Selena izin sehari untuk tidak ikut ke PT. DAS Cargo karena kurang enak badan. Ia memilih tidur sebagai penghilang rasa pusing di kepala. Tangannya mencari-cari ponsel, tidak ada satu pesan dari siapa pun yang bertanya bagaimana keadaannya. Selena melihat jam di handphone, sudah sore begini kenapa mereka belum pulang, pikirnya.
Cuaca di luar hujan deras. Gadis itu beranjak dari tempat tidur dan mengambil payung lipat. Ia sudah sedia sebelum hujan menyerang. Selena mengambil dompet dan ponsel, perutnya terasa lapar. Ia membutuhkan makanan yang bisa menghangatkan tubuh.
Selena sudah mencapai lobi, ingin sekali rasanya berjalan-jalan di sekitar hotel. Setau Selena, ada penjual bakso tepat di samping hotel. Ia memutuskan untuk makan di sana. Saat membuka payung, ia terkejut dengan kehadiran Ezhar yang muncul tiba-tiba.
“Mas Ezhar?” Selena menelungkupkan payungnya.
“Mau ke mana hujan-hujan gini?” Ezhar menunggu jawabnya. Hujan kian deras bahkan petir bersahut-sahutan.
“Oh, aku mau beli bakso, Mas. Aku pengin makan yang berkuah.” Selena tersenyum ke arahnya.
“Oke, payungnya pinjam sebentar. Saya mau cetak kerjaan saya di warnet samping.” Tanpa persetujuan gadis itu, ia merebut payung dari tangan Selena.
“Oh,” gumamnya pelan. Selena menatap langkah besar Ezhar yang kian menjauh dari pandangan. Ia memutuskan masuk ke dalam dan menunggu Ezhar di lobi. Sekitar lima belas menit Ezhar kembali sambil membawa dua bungkus bakso, ia memberikan pada Selena.
“Mas Ezhar katanya mau cetak kerjaan?” tanyanya polos.
“Sudah aku letakkan di mobil,” ujarnya. Ezhar berbohong, jelas-jelas ia kembali ke hotel untuk memantau keadaan Selena. Ia tak segan membelikan makanan yang dimau gadis itu.
“Baksonya beli dua, Mas?” Selena baru menyadari ada dua kantong yang dibawa.
“Iya, sama saya satu.” Ezhar merapikan rambutnya yang sedikit basah.
“Kalau gitu aku ambil mangkuk dulu.” Selena berdiri hendak meninggalkan Ezhar.
“Biar saya aja, kamu di sini dulu.” Ezhar lagi-lagi pergi tanpa jawaban Selena. Ia tersenyum manis lantas mencari tempat duduk lain di lobi. Secara tidak langsung Ezhar mengajaknya makan bersama. Ezhar kembali membawa dua mangkuk beserta sendok. Ia membuka pelan bungkus bakso yang masih panas lantas memberikan satu pada Selena.
“Len, masih sakit? Indri bilang kamu pusing kepala.” Ezhar melayangkan pertanyaan.
“Tadi lumayan sih, sekarang sudah nggak.” Selena sedikit salah tingkah, ia tak berani menatap Ezhar.
“Oke, berarti bisa langsung bikin bab empat kan?” Lelaki itu melahap habis baksonya. Selena mendelik membuatnya tak selera makan.
“Yang penting sudah nggak pusing kan?” lanjutnya. Selena tersenyum kecut, ia kini paham apa tujuannya membuat Selena terbuai. Ia kira Ezhar memang perhatian tapi realitanya salah besar. Lelaki itu tidak benar-benar peduli padanya.
“Iya, Mas.” Selena cemberut lantas memalingkan muka. Ezhar menahan tawa dan memberikan air mineral pada gadis itu. Selesai membereskan semua peralatan makan, Ezhar mengantar Selena ke kamar.
“Mas, makasih ya.” Selena menahan pintunya.
“Sama-sama.” Ezhar hendak berlalu saat Selena memanggilnya.
“Mau ke mana, Mas?” Selena ingin tau.
“Jemput anak-anak. Mereka masih di PT. DAS Cargo.” Tangannya menunjuk, keningnya berkerut.
“Oh, hati-hati ya.” Selena tersenyum dan cepat-cepat menutup pintu menimbulkan bunyi kencang. Ezhar tertawa lalu berjalan menuju lift. Dirinya pasti sudah ditunggu oleh para staf.
Benar saja. Anton, Hanung dan Indri sedang berkacak pinggang melihat Ezhar yang memasuki ruangan tanpa merasa bersalah.
“Sudah jam berapa ini bos?” Anton menatap jam tangan lantas berganti menatap Ezhar.
“Selena nggak papa kan, Mas?” Indri menaruh rasa curiga padanya.
“Kok lama banget, Mas. Lena aman kan, nggak macam-macam kan, Mas?” Hanung ikut campur dalam urusannya.
“Lena sudah tidur.” Ezhar mengambil tas dan berlalu begitu saja.
“Tidur? Tidur gimana, bos?” Anton mengejar Ezhar disusul oleh Hanung. Mereka butuh penjelasan kenapa Ezhar lama menjemput. Indri memasang wajah bingung, setelah ini dirinya akan menginterogasi Selena di kamar. Ia berlari mengejar tiga orang yang sudah ada di depannya.
…
Ezhar mengetuk pintu kamar Selena, ia ingin mengambil laptopnya yang masih digunakan gadis itu. Ezhar menekan bel berkali-kali menyuruhnya keluar cepat.
“Mas Ezhar? Ada apa?” Kebetulan Indri yang menemuinya.
“Selena mana?” Ezhar menyeruak masuk membuat Indri membelalak.
“Selena lagi di tempat tidur. Dia lagi kerjain bab empat yang Mas suruh!” Indri berteriak sambil merentangkan tangan. Ezhar tercengang melihat ulah Indri. Selena bergegas menemui Ezhar, rambutnya terlihat acak-acakan. Ia nampak stress karena Ezhar menyuruhnya mengerjakan skripsi di kala tubuhnya kurang baik.
“Saya mau pinjam laptop. Bisa keluar sebentar?” Ezhar menghampiri Selena begitu saja. Nampak laptop di atas bantal serta beberapa kertas bertebaran di kasur. Selena mengambil benda yang dimau lantas menyerahkan pada Ezhar.