Baby Orca

Dianikramer
Chapter #2

Dua

Lalu Aisyah berdiri dan mengambil kerupuk yang dia beli dengan harga dua ribu rupiah kemarin sore. Dengan uang dua ribu rupiah, ia mendapat empat buah kerupuk berwarna pink. Setelah memakan dua buah kerupuk, ia memutuskan untuk menyimpan sisa kerupuk. Tak lupa ia mengikat erat kemasan kerupuk tanpa merk tersebut dengan karet dapur agar renyahnya tetap terjaga.

Tanpa kata ia membagi kerupuk. Ia memberikan satu kerupuk pada ibunya sambil menunjuk-nujuk ayahnya. Lalu ibunya memotong kerupuk dan memberi potongan kerupuk itu pada suaminya. Aisyah mendekati Sofiyah, lalu meletakan sepotong kerupuk di atas piring Sofiyah. Sofiyah tersenyum.

Semua telah selesai menyantap makan siangnya masing-masing. Ibu dan Aisyah mengangkat piring-piring tersebut, lalu berjalan kearah dapur. Ayahnya masih duduk bersila. Dia sibuk mencari sisa makanan yang terselip diantara gigi. Sementara, Sofiyah berjalan menuju kamar hendak mengambil tas Baby Orca yang akan dia tunjukan penuh dengan rasa bangga kepada ayahnya. Ia mengangkat tas tersebut lalu memandanginya dengan penuh dengan binar-binar kebahagiaan.

“Bug.” 

Tas tersebut terjatuh ke lantai. Sofiyah kaget setelah mendengar lengkingan suara Aisyah, sehingga tanpa sengaja ia menjatuhkan tas Baby Orca.

“U, U. Uuuu!” teriak Aisyah.

Ayahnya langsung melangkah ke arah dapur. Ia panik. Sofiyah berlari tanpa peduli jika tas kebanggaannya itu terhempas ke lantai.

“U. U.u!” Aisyah masih berteriak.

Aisyah berjongkok. Itu adalah upayanya agar sejajar dengan ibunya yang kini terkulai lemas di lantai. Wajah ibunya pucat. Aisyah menangis histeris. Ayahnya langsung membuka ikatan yang ada pada kain yang kini sedang dikenakan istrinya. Ia memangku istrinya tersebut ke atas ranjang.

Aisyah mengambil air putih untuk ibunya. Sofiyah masih saja menangis di samping ibunya. Akhirnya ibunya beristirahat. Ayahnya segera memanggil seorang tabib wanita yang biasa dipanggil oleh orang-orang di kampung tersebut.

Sepuluh menit kemudian.

Sesampainya di rumah Sofiyah, tabib itu meracik obat dari daun-daun herbal. Ia memberikan jamu dan beberapa tanaman herbal.

“Ada uang empat puluh ribu?”

“Aa ada.” jawab ayahnya terbata.

Lalu Rohman ayahnya Aisyah langsung mengambil kaleng kue yang ia simpan di dalam tempat beras. Ia mengambil tiga lembar uang pecahan sepuluh ribu dan dua lembar uang lima ribu. Wanita bertubuh gemuk itu mendekati seorang pemuda yang kini mengenakan sweater berwarna hitam. Tanpa banyak basa-basi mereka pergi meninggalkan rumah Sofiyah dengan honda astrea keluaran tahun 1986.

*

Sekitar empat puluh lima menit lamanya mereka pergi. Lalu akhirnya tabib itu kembali.

“Dia akan baik-baik saja. Jangan lupa beri dia jamu dan godokan sebelum tidur. Besok subuh jemput aku.” Mereka semua dengan mudahnya menuruti omongan wanita tua itu. Lalu sang tabib pergi.

Lihat selengkapnya