Baby Orca

Dianikramer
Chapter #4

Empat

Tak cukup itu, anak-anak seperti memiliki arena minecraft yang tidak hanya bisa dinikmati secara Virtual. Di sawah, anak-anak dengan nyata dapat membangun bangunan apapun sesuai dengan keinginan hati mereka, hanya dengan bermodalkan jerami dan batang tanaman singkong. Setiap kelompok anak memiliki istananya masing-masing. Namun hanya sebagian dari mereka yang mendapat bantuan dari seorang anak remajalah yang mampu membangung istana yang mewah. Tapi, bagi mereka yang istana-nya dibangun hanya oleh personil yang berumur di bawah sembilan tahun hanya dapat membangun istana jelek itupun mudah hancur meski hanya terkena satu senggolan pinggang yang dilakukan dengan satu gerakan.

Hal itu dapat membuat mereka menangis dan putus asa, lalu pulang dengan badan yang terasa gatal semua. Karena alasan-alasan itulah, masa setelah panen adalah masa yang sangat ditunggu-tunggu oleh anak-anak.

Sebenarnya tak hanya anak-anak, orang dewasa pun ada yang menikmati waktu pra-panen. Tiga orang pemuda berusia dua puluh satu, empat puluh tiga dan usia delapan belas menatap ke atas langit sambil menarik-narik benang.

Edi si bocah yang memiliki ingus yang dapat melesat secepat roket soyuz itu memanggil Sofi.

“Kitting. Ayok kemari!”

Lalu Sofi berlari penuh semangat.

“Sini!” Ajaknya untuk berdiam diri di pinggir sawah.

“Apa yang akan kita lakukan?”

“Kita akan me-ngotok,”

“Apa itu me-ngotok?”

“Kita akan mengambil layangan yang putus. Nah kali ini hanya ada kita berdua. Daripada menjadi saingan bagaimana kalau kita berkerjasama?”

“Berkerjasama?”

“Iya. Nanti kita berusaha mencari layangan yang putus. Kita kumpulkan semua layangan yang kita dapatkan, lalu menjualnya. Hasilnya kita bagi rata.”

“Oke.” jawab Sofi penuh dengan binar keceriaan pada setiap lengkung senyumnya.

Panas matahari begitu ganas menusuk setiap pori-pori kulit mereka. Sesekali, Sofi merasa pusing akibat terus menerus menatap matahari.

Lihat selengkapnya