“Ini buat beli jepitan,” kata ibunya Nadhira.
“Waduh tidak usah bu. Sofiyah sudah dibuat cantik seperti ini saja saya sudah sangat berterimakasih,” kata ibunya.
Sofiyah sangat senang bahwa dia akan lulus. Dia mencoba menghilangkan ingatan bahwa dia belum melakukan pendaftaran ke sekolah mana pun.
Hari ini kebahagiaan adalah milik mereka yang mampu lulus dari SMP, bukan untuk kecewa. Namun yang tengah dia rasakan bingung karena belum mendaftar ke SMA mana pun. Ayahnya yang kini memakai kemeja berwarna biru itu merasa bangga bercampur sedih melihat anaknya mampu lulus sampai ke jenjang SMP. Selama Sofiyah bersekolah, selama itu pula ia khawatir tidak mampu menyekolahkan Sofiyah atau takut jika Sofi berhenti di tengah jalan. Hari ini semua terjawab sudah.
Dia yang sedari tadi memanaskan motor gadaian itu tersenyum pada anaknya.
“Lihat pak anakmu cantik sekali hari ini,” ucap Fatimah.
“Kamu ini, anak apa itu memang cantik setiap hari.”
Lalu ayahnya menyambut anaknya penuh kehati-hatian.
“Nak, lipat terus kainmu sampai tiba di sekolah, sebab itu berbahaya jika terlilit rantai motor." Ucap Ayahnya.
Lalu mereka berangkat.
Sesampainnya di sana, Sofi bertemu dengan Ina, teman sebangkunya. Ina langsung bersalaman dengan Ayahnya Sofi.
“Ina, dimana ibumu?”
“Ibuku sedang mengobrol di sana.”
Lalu dia berlari ke arah ibunya, mengatakan bahwa dia dan Sofi akan duduk di tempat perpisahan terlebih dahulu tanpa menunggu ibunya. Sebenarnya acara inti sudah dimulai dari se-jam yang lalu. Pada acara ini Sofi menatap surat undangan perpisahan dan kupon snack yang sudah disobek. Ia membaca,
“Meraih kesuksesan” dia berandai andai jika tulisan “Kesuksesan” itu berubah menjadi kata “Keajaiban”
“Meraih keajaiban?”
“Na, apa kau percaya keajaiban?”