Sesampainya di dapur yang atapnya sedang di renovasi itu, Sofiyah berkata “permisi,” pada seorang pria yang sedang memasang paku, lalu pria itu berpaling.
“Bapa!!”
“Sofi,”
“Anak bapak sudah pulang?"
Sofi seperti merasa malu dan takut merasa terintimidasi oleh teman-temannya.
“Alhamdulilah bapak dapet job.”
Tiara mendekati Sofi, dia mengambil minum.
“Sofi, katanya kamu mau buang air kecil?”
“Iya. Oh iya Tiara kenalin, ini ayahku,”
“Oh.” Lalu Tiara bersalaman denga ayahnya Sofi.
Sofi sedikit merasa tidak percaya diri. Namun Tiara mampu merendam semua perasaan yang tengah berkecamuk pada hati temannya itu.
“Kamar mandinya itu Sof,"
“Oh oke.”
Sofi melangkahkan kakinya ke arah kamar mandi. Sementara Tiara kembali kearah ruang televisi sambil membawa sirup. Sofi mengelap tangannya yang basah lalu berjalan ke arah ruang televisi.
“Bapak Sofi ngerjain tugas dulu yah,”
Lalu ia berjalan meninggalkan dapur.
“Opi,”
“iya Pak,"
“Ini roti buatmu,”
“Bapak, tapi ini roti punya bapak,"
“Sudah bawa sana, temanmu sudah menunggu.”
Lalu mereka mengerjakan tugas matematika dengan sangat serius.
Keseriusan mereka harus terusik oleh kedatangan sebuah kulkas dua pintu. Dua orang tukang menggotongnya penuh dengan kepayahan. Lalu mereka memutuskan untuk meletakan kulkas tersebut di sebelah lemari pajangan. Mungkin maksud ibunya Tiara adalah agar kulkas itu terlihat bahkan dari luar teras rumahnya.
Akhirnya setelah adegan membawa kulkas itu selesai mengalihkan perhatian mereka yag sedang mengerjakan tugas matematika yang mampu membuat susunan otak mereka menghembuskan sedikit asap di atasnya. Sampai pukul lima sore mereka semua berpamitan untuk pulang, terkecuali Sofi, yang menunggu ayahnya.
Sofi menyantap makan malam bersama keluarga Tiara. Kali ini mereka menyatap pepes gurame bumbu kuning. Aroma rempah menyembul dan masuk kesetiap rongga hidung yang dihantar oleh asap.
Ayahnya masih bekerja. Sofi dan Tiara sudah duduk di kursi makan. Sementara ibunya Tiara sedang membawa sayuran dan kerupuk. Sofiyah termangu melihat santapan yang tersaji didepan matanya. Sepiring ikan gurame yang tersaji diatas piring berwarna hijau bebentuk daun memanjang itu sungguh sangat menggoda. Potongan cabe merah dan bawang daun menambah-nambah keindahan yang ada pada gurame itu. Sementara, soto ayam yang baru saja dihangatkan itu membiarkan bawang goreng dan kacang kedelai yang berwarna coklat itu berenang bebas. Ibunya Tiara membawa nasi. Nasi itu bersih, putih tidak seperti nasi yang selalu ia makan di rumah. Ayahnya Tiara muncul dan tersenyum. Dari belakang datang ayahnya Sofi.
“Ayok pak kemari. kita makan sama-sama,” tawar ibunya Tiara.
Akhirnya mereka makan bersama-sama. Sebenarnya makanan ini adalah keberkahan bagi Sofi dan ayahnya. Tapi setiap nasi yang melesap kedalam mulutnya seolah terus meronta dan mengingatkan mereka pada Utami dan ibunya di rumah.
Lalu setelah selesai makan, ayahnya Tiara berbicara dengan ayahnya Sofiyah. Ia menjelaskan apa saja yang telah ia kerjakan, sambil menunggu upah. Tiara dan Sofiyah menonton televisi.